|
Jakarta, Info Breaking News - Dalam surat terbarunya, Advokat senior Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis berharap dan memohon kepada Presiden Joko Widodo agar secara tegas dapat mengadili Novel Baswedan terkait kasus penganiayaan dan pembunuhan para tersangka kasus Burung Walet di Bengkulu yang selama perjalanannya tak juga menemukan titik cerah keadilan namun terus menerus ditutupi.
OC Kaligis menilai kasus yang sebelumnya menjerat Novel Baswedan tersebut memiliki banyak kejanggalan, mulai dari Jaksa yang mengaku ingin memperbaiki dakwaan namun justru menghentikan penuntutan hingga keterlibatan Ombudsman yang notabene tak berwewenang mencampuri urusan penyidikan maupun penuntutan.
OC Kaligis juga mempertanyakan keberpihakan yang sering ditujukan kepada para pelaku pidana dari KPK dan simpatisannya. "Mengapa kasus-kasus Pidana oknum KPK dan simpatisannya, semuanya kandas di-deponeering bahkan kasus pidana korupsi Prof. Denny Indrayana kasus korupsinya di peti eskan?" tanyanya.
Oleh dasar hal tersebut, ia meminta kepada Presiden Jokowi agar dirinya sudi memerintahkan Jaksa Agung untuk segera mengadili Novel dan antek-anteknya atas nama keadilan.
Berikut surat yang diterima oleh redaksi, Selasa (14/7/2020):
Sukamiskin, Bandung Selasa, 14 Juli 2020.
Hal: Demi kebenaran dan keadilan, segera adili Novel Baswedan tersangka penganiayaan dan pembunuhan terhadap korban meninggal saudara Aan dan korban penyiksaan dan penganiayaan Novel Baswedan terhadap para tersangka kasus Burung Walet di Bengkulu.
Kepada yang terhormat Bapak Presiden Republik Indonesia, yang saya hormati Bapak Ir. Joko Widodo
Dengan segala hormat,
Perkenankanlah saya, Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis, warga binaan Sukamiskin, berdomisili hukum sementara di Sukamiskin, menyampaikan permohonan saya untuk hal berikut ini:
1. Pertama-tama saya sampaikan kepada Bapak bahwa pidana penganiayaan dan pembunuhan yang dilakukan Novel Baswedan, perkaranya telah dilimpahkan oleh Kejaksaan ke Pengadilan Negeri Bengkulu. Jaksa telah membuat surat dakwaan agar perkara dilanjutkan.
2. Kemudian atas permintaan Jaksa kepada Pengadilan, dakwaan ditarik kembali dengan alasan untuk diperbaiki dakwaannya. Nyatanya Kejaksaan membohongi Pengadilan. Bukannya dakwaan diperbaiki, sebaliknya Jaksa mengeluarkan perintah penghentian penuntutan.
3. Surat Penghentian Penuntutan itu dilawan para korban oleh pengacaranya melalui permohonan praperadilan. Jaksa kalah. Pengadilan memerintahkan Jaksa melanjutkan sidang. Jaksa Agung Prasetyo, yang tadinya menyatakan berkas lengkap dan siap memeriksa perkara Novel Baswedan, menolak melaksanakan perintah Pengadilan. Bukti Jaksa Agung melindungi Novel Baswedan. Jaksa Agung melakukan Kejahatan Jabatan.
4. Yang lebih aneh lagi adalah surat dari Ombudsman. Meminta Jaksa untuk menelaah ulang perkara pidana Novel Baswedan. Ribuan perkara pembunuhan telah diadili di Pengadilan, tanpa campur tangan Ombudsman. Ombudsman memang tidak berwewenang mencampuri urusan penyidikan, penuntutan. Apalagi semua acara menurut KUHAP telah dilalui. Mulai acara yang diatur dalam pasal 109 KUHAP, Pasal 138 KUHAP, termasuk sidang Praperadilan yang membahas mengenai malpraktek, seandainya pasal 77 sampai dengan 83 KUHAP dilanggar. Jaksa sendiri ketika melimpahkan perkara tersebut telah melakukan penelitian atas berkas yang dimajukan penyidik Polisi. Hasil penelitian Jaksa atas berkas hasil penyidikan Polisi adalah P-21. Perkara dinyatakan lengkap untuk dimajukan ke Pengadilan Negeri Bengkulu.
5. Semua bukti tersebut telah saya majukan dalam perkara perdata saya melawan kejaksaan negeri Bengkulu dan Kejaksaan Agung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dibawah nomor 958 Pdt/G/PN.Jkt.Slt, sejak Desember 2019.
6. Berdasarkan semua bukti yang saya majukan, dengan tegas saya nyatakan disini bahwa Kejaksaan Agung dan Ombudsman telah dengan sengaja melindungi Si Pembunuh Novel Baswedan. Pernyataan saya ini bukan hoax dan saya berani diadili secara pidana, bila pernyataan saya ini adalah fitnah. Sekali lagi: Jaksa dan Ombudsman melindungi pelaku Pernganiayaan dan Pembunuhan yang dilakukan Novel Baswedan.
7. Mungkin para penegak hukum tidak akan pernah berani mengadili Novel Baswedan. Sekurang-kurangnya sebagai bagian warga negara pencinta keadilan yang berani membongkar kejahatan Novel yang bengis, saya pun telah ikut mengambil bagian dalam upaya saya menegakkan keadilan.
8. Novel Baswedan pesandiwara kelas wahid. Ketika tuntutan jaksa hanya satu tahun atas kasus penyiraman air keras terhadap diri Novel Baswedan, hoax yang ditularkan Novel Baswedan kepada Media adalah seolah Bapak Presiden melakukan pembiaran terhadap ketidakadilan tuntutan jaksa. Bahkan hoax Novel menuduh adanya petinggi polisi yang merekayasa kasus penyiraman tersebut. Pribadi jaksa penuntut unum diselidiki. Hakim diminta oleh Novel Baswedan agar pelaku dihukum berat. Novel Baswedan berhasil merebut simpati masyarakat. Bahkan pemerintah, sehingga semua biaya ratusan juta di rumah sakit Singapura, dibiayai dan atas tanggungan negara. Masyarakat lupa mengenai biaya penguburan Aan yang dibunuh Novel Baswedan. Duka keluarga Aan dan biaya penguburan Aan tanpa ditanggung oleh negara atau biaya Novel Baswedan.
9. Bapak Presiden yang saya hormati. Mengapa kasus-kasus Pidana oknum KPK dan simpatisannya, semuanya kandas di-deponeering bahkan kasus pidana korupsi Prof. Denny Indrayana kasus korupsinya di peti eskan? Yang tahu diri dan diam, yang pernah terlibat pidana hanya saudara Bibit dan Ade Rahardja. Sedang terpidana Banbang Widjojanto berhasil menyusup dan mengecap honorarium negara sebaga petinggi TGUPP di DKI. Chandra Hamzah sebagai Komut BTN. Prof. Denny Indrayana sebagai Calon Gubernur Kalimantan Selatan yang diusung Partai Demokrat. Padahal kalau memakai cara KPK menjerat para tersangka korupsi, sekalipun minim bukti, semua oknum KPK yang dideponeer perkara pidananya, seharusnya juga telah dijebloskan ke penjara. Sekedar memberitahukan kepada Bapak Presiden betapa hukum tebang pilih ini berlaku di Indonesia. Suap 40 miliar rupiah kepada Fuad Amin almarhum divonis hanya 4 tahun. Uang THR sebesar 5000 dolar singapura yang dilakukan oleh advokat kantor saya, si pelaku suap divonis 2 tahun penjara dengan remisi, saya yang tidak tahu menahu mengenai pemberian uang THR, tidak OTT, divonis 10 tahun tanpa bukti satu senpun pemberian uang THR kepada Hakim. Divonis hanya atas dendam KPK. Tetapi itulah hukum yang sekarang berlaku. Saya hanya berharap semoga Bapak Presiden sudi memerintahkan kepada Jaksa Agung agar segera mengadili si Pembunuh Novel Baswedan. Atas perhatian Bapak Presiden saya ucapkan banyak terima kasih.
Hormat saya.
Otto Cornelis Kaligis.
cc. Yth. Jaksa Agung RI. Bapak Burhanuddin
cc. Yth. Bapak Kapolri Jendral Pol.Idham Aziz.
cc. Para Jurnalist pencinta kebenaran
cc.Pertinggal. ***Armen Fosters