Dualisme pendapat ini berawal dari pesta tugu atau monumen di Bona Pasogit (kampung halaman) pada tahun 2011 silam. Menurut terdakwa, istri dari opung Raja Sirait adalah boru Limbong, namun pendapat tersebut ditepis oleh seorang saksi yakni Dr. Martua Sirait, SH, MH yang mengatakan bahwa yang benar adalah boru Naibaho. Hal ini juga diakui oleh komunitas marga Sirait sejak dulu. Merasa tak terima, terdakwa Jaitar pun memposting komentar dan foto-foto dari pelapor di Facebook dan mencoret-coret dengan kata-kata yang tidak pantas.
Atas perbuatannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Handri Dwi, SH menuntut terdakwa dengan pasal 27 ayat 3 pasal 45 UU RI Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau pasal 310 ayat 1 dan ayat 2 atau pasal 311 ayat 1 KUHP.
Hakim Ketua Majelis, Sri Asmarani SH di persidangan lantas mempertanyakan mengapa perkara ini tidak bisa diselesaikan secara internal. Saksi pun mengatakan bahwa terdakwa di tunggu-tunggu tapi tidak pernah datang, malah semakin jor- joran bikin postingan dengan kata- kata yang tidak sepatutnya.
Penasehat Hukum terdakwa dari kantor AISHN Law Firm, Berman Nainggolan SH, Rio Sunardi SH dan Cupa Siregar SH telah berulang kali ditegur oleh Ketua Majelis Hakim di dalam persidangan saat mendengar keterangan saksi, karena menyela saat Hakim berbicara dan kerap terbawa emosi. ***Paulina