Seperti diberitakan CNBC hari Senin (29/6/2020), Amerika Serikat menjadi negara penyumbang kasus kematian akibat Covid-19 terbanyak di dunia yakni sebesar 20 persen dari total keseluruhan. Di posisi kedua ada Brasil yang disusul dengan negara-negara di benua biru, yakni Inggris, Italia, dan Perancis. Meski begitu, diakui perbandingan angka kematian masing-masing negara sulit dilakukan karena perbedaan metode pelaporan.
Awal bulan ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan pandemi ini meningkat di tingkat global. WHO menyebut wabah telah memasuki "fase baru dan berbahaya."
"Banyak orang yang merasa bosan tinggal di rumah. Dapat dipahami bahwa negara-negara sangat ingin membuka ekonomi dan aktivitas masyarakatnya. Tapi virus masih cepat menyebar. Masih mematikan, dan kebanyakan orang masih rentan," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pada 19 Juni.
Menurut data yang dikumpulkan oleh WHO, pada 8 Juni korban jiwa akibat Covid-19 melampaui 400.000 padahal pada 16 Mei korban tewas akibat virus ini sekitar 300.000. Hingga kini, Administrasi Makanan dan Obat Amerika Serikat (Food and Drug Administration/FDA) belum menyetujui obat mujarab untuk menyembuhkan Covid-19. Namun para peneliti telah menemukan sejumlah kemajuan guna mempercepat pemulihan pasien Covid-19 yakni penggunaan remdesivir yang diproduksi Gilead.
Sebelumnya pada awal bulan ini para peneliti menemukan bahwa obat deksametason, steroid murah dan tersedia luas, dapat mengurangi risiko kematian sepertiga pada pasien Covid-19 yang menggunakan ventilator dan seperlima bagi mereka yang menggunakan oksigen tambahan.
Sejauh ini WHO mencatat ada 16 kandidat vaksin yang tengah dalam proses uji klinis. Kepala ilmuwan WHO Dr. Soumya Swaminathan pada briefing virtual Jumat mengatakan bahwa vaksin potensial tengah dikembangkan AstraZeneca dengan para peneliti dari Universitas Oxford, Inggris. Selain itu, calon perusahaan biotek AS, Moderna juga tengah mengembangkan vaksin potensial. Jumat (26/6/2020) lalu WHO juga meminta US$ 27,9 miliar pendanaan tambahan selama 12 bulan ke depan menuju ACT Accelerator, kemitraan publik-swasta yang mencakup alat riset WHO guna memerangi Covid-19. Pendanaan itu kata WHO, akan membantu mempercepat pengembangan obat dan vaksin, mencegah infeksi lebih lanjut, kematian dan gangguan ekonomi.
Direktur Eksekutif Program Kedaruratan WHO, Mike Ryan pekan lalu mengatakan virus ini masih menyebar dengan cepat di banyak negara benua Amerika. "Sayangnya, pandemi bagi banyak negara di Amerika belum memuncak," tuturnya. ***Novie Kusdarman