Dr. Beniharmoni Harefa |Foto: istimewa |
Nias Selatan,- Dr. Beniharmoni Harefa, SH, LL.M, Konsultan Ahli Pusat Kajian Perlindungan Anak Nias yang juga saat ini aktif sebagai Dosen FH UPN Veteran Jakarta mengaku sangat menyesalkan peristiwa terjadinya pernikahan di usia anak yang terjadi di Desa Hilimejaya, Kecamatan Aramo, Kabupaten Nias Selatan beberapa waktu lalu.
Foto pernikahan anak dibawah umur tersebut sempat viral dan menjadi perbincangan netizen karena mempelai laki-laki diduga masih duduk di bangku SMP.
"Kita sangat menyesalkan terjadinya kembali pernikahan di usia anak di Pulau Nias, setelah sebelumnya juga pernah terjadi di Kabupaten Lolomatua Kabupaten Nias Selatan pada November 2019 silam. Seharusnya di usia anak, mendapatkan hak untuk bermain, hak untuk belajar, hak untuk mengembangkan diri, tidak justru dinikahkan,"ujar Doktor Beni kepada wartanias.com melalui pesan singkat, Kamis (28/05 /2020).
Karena menurut dia, perkawinan pada usia anak menimbulkan dampak negatif bagi tumbuh kembang anak dan dapat menimbulkan tidak terpenuhinya hak-hak dasar bahkan ketidaksiapan mental, psikologis, pikiran, bahkan ketidaksiapan finansial, dapat dipastikan belum mendapatkan penghasilan tetap. Menikah di usia anak, apapun alasannya sebaiknya harus dihindari.
"Pihak Polres Nias Selatan, mencoba turut campur tangan sebenarnya untuk memastikan saja tidak terjadi eksploitasi anak seperti perdagangan anak atau hal-hal lain yang transaksional pada proses pernikahan tersebut. Jika memang murni adat, dan kesepakatan kedua belah pihak, maka polisi tidak perlu turut campur, "jelasnya.
Hanya saja yang disayangkan adalah pemahaman masyarakat khususnya orangtua, bahwa sebaiknya di usia anak, pernikahan harus dihindari karena sangat berdampak negatif.
Menurut dia, salah satu upaya Pemkab Nisel untuk mengoptimalkan pemahaman terkait pernikahan di usia anak ini, melalui pembuatan Rancangan Peraturan Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak. Ia dan tim FH UPN Veteran Jakarta dan PKPA Nias menjadi Tim Perumus Naskah Akademik dan Ranperdanya tersebut.
"Di dalam Ranperda ini, diatur terkait upaya peningkatan pemahaman masyarakat khususnya di Nias Selatan, terkait hak-hak anak, serta upaya pencegahan agar anak terlindungi, sehingga pernikahan di usia anak, tidak terulang kembali," tuturnya.
"Menurut kabar, Draf Ranperda saat ini sudah berada di DPRD Nisel, semoga dengan kejadian ini, Ranperda menjadi prioritas untuk segera disahkan dan menjadi salah satu upaya konkrit Pemkab dan DPRD Nisel terhadap perlindungan anak di wilayahnya," ujarnya.
Meski demikian, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 memang memberikan ruang apabila terjadi penyimpangan. Penyimpangan yang dimaksud adalah apabila pria atau wanita belum berumur 19 tahun, maka Pasal 7 ayat 2 UU No 16 Tahun 2019 menegaskan orangtua pihak pria dan orangtua wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan Negeri dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.
Dalam penjelasana pasal 7 ayat 2 UU a quo, "alasan sangat mendesak" artinya keadaan tidak ada pilihan lain dan sangat terpaksa harus dilangsungkan perkawinan.
"Bukti-bukti pendukung yang cukup", artinya adanya surat keterangan yang membuktikan bahwa usia mempelai masih di bawah ketentuan dan adanya surat keterangan dari tenaga kesehatan yang mendukung pernyataan orangtua bahwa perkawinan tersebut sangat mendesak untuk dilaksanakan," jelasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, pihak Kepolisian Resor Nias Selatan mengaku akan menyelidiki kasus dugaan pernikahan yang melibatkan anak di bawah umur di kecamatan Aramo Nias Selatan tersebut. (red)