Jakarta, Info Breaking News – Presiden Joko Widodo secara resmi telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) amnesti untuk terpidana kasus pelanggaran UU Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Baiq Nuril.
"Keppres untuk Ibu Baiq Nuril sudah saya tanda tangani. Silakan Ibu Baiq Nuril kalau mau diambil di Istana, silakan. Kapan saja sudah bisa diambil," ungkap Jokowi di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin (29/7/2019).
Pemberian amnesti ini sendiri mengacu pada UU Darurat 11/954 tentang Amnesti dan Abolisi. Dengan ditandatanganinya keppres amnesti tersebut, kini Baiq terbebas dari hukuman dan semua akibat hukum pidana atasnya dihapuskan. Jokowi juga menyebut dirinya akan sangat senang untuk menemui Baiq secara langsung.
Kepada infobreakingnews, penasehat hukum Baiq, Aziz Fauzi menyatakan pihaknya sangat bersyukur dan berterima kasih atas dikeluarkannya keppres amnesti.
"Tentu sangat bersyukur kepada Allah SWT. Terima kasih sebesar-besarnya kepada Pak Presiden, DPR dan semua pihak," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Baiq yang kala itu berprofesi sebagai tenaga pengajar honorer di SMAN 7 Mataram, NTB tersebut divonis bersalah karena mentransfer/mentransmisikan rekaman percakapan dengan mantan atasannya berinisial M, pada 2015.
Rekaman pembicaraan tersebut, sebenarnya dilakukan Baiq dalam rangka membela diri lantaran M kerap menelepon dirinya dan berbicara tidak senonoh. Pada 27 Juli 2017 Baiq divonis bebas oleh Pengadilan Negeri (PN) Mataram. Jaksa kemudian mengajukan kasasi ke MA dan pada 26 September 2018, Baiq divonis bersalah dan dihukum 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta pada putusan kasasi.
Tak terima, Baiq dan tim kuasa hukumnya pun mengajukan upaya peninjauan kembali (PK) namun tidak dikabulkan Mahamah Agung (MA) pada 4 Juli 2019.
Sejumlah pihak berharap agar Presiden Jokowi memberikan amnesti kepada Baiq. Surat pertimbangan amnesti dari pemerintah disetujui DPR.
"Terima kasih kepada Bapak Presiden, terima kasih kepada anggota DPR RI," ungkapnya usai mendengarkan keputusan DPR. ***Candra Wibawanti