Jakarta, Info Breaking News - Kasus PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) Finance kini memasuki babak baru. Kasus ini sudah masuk ke ranah pidana dan ditangani Bareskrim Polri.
SNP Finance merupakan perusahaan pembiayaan untuk barang-barang elektronik. Induk usaha SNP Finance adalah PT Citra Prima Mandiri atau yang lebih dikenal sebagai Grup Columbia.
Dalam kegiatannya SNP Finance mendukung pembiayaan pembelian barang yang dilakukan oleh Columbia tersebut, yang bersumber dari kredit perbankan.
Kasus SNP Finance muncul ke permukaan setelah kredit SNP Finance ke Bank Panin macet pada Mei 2018. Pada Bank Ini SNP Finance memilki tunggakan tersisa Rp 141 miliar.
Setelah itu muncul gugatan dari Bank Mandiri dan Bank BCA. Bank plat merah ini telah menyalurkan kredit sebesar Rp 1,4 triliun ke SNP Finance. Adapun tunggakan di BCA mencapai Rp 200 miliar.
Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rohan Hafas menduga terdapat penyalahgunaan dan penyelewengan kredit yang diberikan kepada PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance) atau anak usaha dari Grup Columbia.
"Kami menduga ada penyalahgunaan dan penyelewengan kredit selain itu juga diduga juga ada rekayasa laporan keuangan," ujar dia kepada CNBC Indonesia, Rabu (6/6/2018).
Ada 14 bank yang menyalurkan pinjaman dan masuk proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Awalnya beredar kabar total pinjaman macet tersebut mencapai Rp 14 triliun. Namun kemudian terkonfirmasi total tagihan macet mencapai Rp 4,07 triliun yang terdiri dari Rp 2,22 triliun utang perbank dan Rp 1,85 triliun yang merupakan utang MTN.
Gara-gara MTN
Kasus SNP Finance pertama kali terkuak karena macetnya utang medium term note (MTN). SNP Finance menerbitkan MTN karena turunnya bisnis toko Colombia, kredit yang telah didapatkan dari perbankan mengalami permasalahan dan menjadi non performing loan (NPL).
"Kondisi tersebut telah diantisipasi perbankan dengan melakukan pencadangan (PPAP) pada tahun yang sudah lewat sehingga perbanakn dan meng-absorb (menyerap) risiko gagal bayar," ujar Anto Prabowo, Deputi Komisioner Manajemen Stategis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Selasa (25/9/2018).
Untuk menutupi kredit bermasalah tersebut, MTN diterbitkan. Surat utang jangka menengah ini diperingkat oleh lembaga rating Pefindo dan diadit oleh KAP DeLoitte.
MTN ini tidak melalui proses OJK, mengingat MTN merupakan perjanjian yang bersifat prifat, namun memerlukan pemeringkatan karena dapat diperjualbelikan.
Peringkat efek SNP Finance periode Desember 2015-2017 idA-/stable, kemudian Maret 2018 rating SNP Finance naik menjadi idA/stable.
Ternyata MTN dari SNP Finance juga bermasalah pada pembayarannya sehingga manajemen mengajukan PKPU.
Lalu Pefindo menurunkan rating sebanyak 2 kali, yakni bulan Mei 2018 diturunkan menjadi idCCC/credit watch negative dan pada bulan yang sama menurunkan lagi ke peringkat idSD/selective default.
OJK dan Kemenkeu Turun Tangan
Kasus ini berbuntut panjang. OJK dan kementerian keuangan (kemenkeu) harus turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini. OJK memeriksa semua pihak yang terkait dengan masalah ini.
Kepala Departemen Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK Bambang W Budiawan mengatakan permasalahan yang ada di SNP Finance setidaknya melibatkan empat pihak. Yakni, SNP Finance sendiri, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) yang menjadi lembaga pemberi rating SNP Finance, akuntan, yakni Deloitte sebagai pihak yang mengaudit laporan keuangan SNP Finance, Selanjutnya dan bank sebagai pemberi kredit kepada SNP Finance.
Kemenkeu beraksi dengan memeriksa DeLoitte. Dalam perjalanannya DeLoitte menjatuhkan sanksi administrasi kepada AP Marlinna, AP Merliyana Syamsul, dan KAP Satrio Bing, Eny (SBE) dan Rekan yang terafiliasi Deloitte Indonesia.
"Sanksi ini diberlakukan sehubungan dengan pengaduan Otoritas Jasa Keuangan yang menginformasikan adanya pelanggaran prosedur audit oleh KAP," tulis keterangan bendahara negara.
Adapun OJK menjatuhkan sanksi pembekuan usaha sejak Mei 2018, karena belum menyampaikan keterbukaan informasi kepada seluruh kreditur dan pemegang MTN sampai batas waktu sanksi peringatan ketiga, sesuai pasal 53 POJK nomor 29/2014.
"Dengan dibekukannya kegiatan usaha, maka SNP Finance dilarang melakukan kegiatan usaha pembiayaan. Apabila SNP finance tetap melakukan kegiatan usaha pembiayaan, maka OJK dapat langsung mengenakan sanksi pencabutan izin usaha," ujar Anto Prabowo.
Selama masa sanksi pembekuan usaha (PKU), SNP Finance diwajibkan menyampaikan dan melakukan serangkaian tindakan korektif. Dalam jangka waktu 6 bulan sejak ditetapkan PKU, SNP Finance tidak memenuhi tindakan2 tersebut, maka SNP Finance dpt dikenakan sanksi pencabutan usaha.
Anto Prabowo menambahkan dengan kondisi ini, pengawas perbankan OJK sejak Awal terus memonitor permasalahan SNP Finance yang terjadi, serta memantau melalui tim audit internal bank, yang melakukan investigasi internal dan akan memberikan sanksi, jika ada pegawai bank yang ikut bertanggungj awab.
"Selain itu, OJK akan terus berkoordinasi dengan instansi terkait, seperti kepolisian dan kementerian keuangan, untuk penindakan yang diperlukan. Selain itu OJK melarang penerbitan MTN tanpa seijin OJK. Kemudian langkah koordinasi dengan Kementerian Keuangan berkaitan dg kinerja Kantor Akuntan Publik," tambah Anto Prabowo.*** Mil.