BERITA MALUKU. Majelis hakim tipikor Ambon mulai mengadili Johny Richard Wattimury, mantan bendahara pembantu panwaslih bupati/wabub Maluku Tengah yang menjadi terdakwa dugaan korupsi dana panwaslih tahun anggaran 2016 dan 2017.
Ketua majelis hakim tipikor, Jimmy Wally didampingi Ronny Felix Wuisan dan Yefta Sinaga selaku hakim anggota membuka persidangan di Ambon, Jumat (23/3/2018), dengan agenda mendengarkan pembacaan dakwaan JPU Kejari Malteng, Manatap Sinaga dan Rian Lopulalan.
JPU dalam dakwaannya menjelaskan, pada tahun anggaran 2016 Panwaslih bupati/wabub Malteng mendapatkan alokasi dana hibah Rp6 miliar dari pemerintah kabupaten sesuai SK Bupati nomor 910-547 tanggal 29 Oktober 2016.
Anggaran ini dimanfaatkan membiayai 17 item di antaranya pembayaran honorarium pengawas pemilihan bupati/wabub, pembayaran honorarium kesekretariatan, sewa kendaraan serta pemeliharaan gedung, musyawarah penyelesaian sengketa, hingga perjalan dinas dan transportasi.
Kemudian tahun anggaran 2017 panwaslih kembali mendapat alokasi dana ABPD Malteng senilai Rp6,8 miliar sesuai SK bupati nomor 910-191 tanggal 7 Januari 2017 tentang penetapan nama penerima dan besaran hibah yang juga untuk membiayai 17 item pekerjaan.
Selanjutnya Panwaslih mengajukan proposal permohonan bantuan dana hibah dengan melampirkan naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) yang ditandatangani bupati dan ketua komisioner Panwaslih Malteng selaku penerima bantuan.
Dugaan penyimpangan yang dilakukan terdakwa seperti rapat sentra gakumdu tahun 2017 dan untuk mendukung kegiatan tersebut, diberikan konsumsi berupa makanan dan snack bagi tim gakumdu di wilayah Polres Malteng.
"Untuk biaya konsumsi dianggarkan sebesar Rp44 juta namun yang dibelanjakan panwaslih hanya Rp26 juta untuk bulan Januari-Maret 2017," kata JPU.
Kemudian dalam rancangan anggaran biaya (RAB) 2016 maupun 2017 tidak ada kegiatan bimbingan teknis pengawasan berbasis IT dan bimbingan teknis panitia pengawas lapangan dan pengawas TPS.
Namun pada Februari 2017, ada instruksi dari Bawaslu RI untuk kegiatan dimaksud tetapi tidak ada anggarannya, sehingga komisioner panwaslih Malteng, Ahmad Latuconsina meminta terdakwa berkoordinasi dengan Rahman Malik Marahena dari Bawaslu Provinsi Maluku.
Rachman menyuruh terdakwa melaksanakan bimtek menggunakan dana yang ada dan nantinya setelah mapping anggaran 2017 baru dimasukkan dalam RAB.
Ketika dilakukan bimtek, terdakwa memberikan uang saku kepada para peserta sebesar Rp50.000 per orang untuk 263 peserta.
"Saat penyusuna RAB 2017, Rachman selaku operator keuangan bawaslu provinsi menawarkan kepada terdakwa agar dalam RAB 2017 untuk kegiatan bimtek pengawasan berbasis IT dan bimtek panitia pengawas lapangan serta pengawas TPS masing-masing sebesar Rp300.000," ujar JPU.
Terdakwa sempat mempertanyakan sistem pertanggungjawaban seperti apa kepada saksi Rachman, karena dia sebenarnya hanya membayar Rp50.000 kepada para peserta bimtek.
"Namun saksi Rachman Malik menyarankan kepada terdakwa untuk membuat laporan pertanggungjawaban sebesar RP300.000 per peserta bimtek, sehingga uang yang tidak dibelanjakan sebesar RP263 juta," tegas JPU.
Uang ini kemudian diserahkan terdakw kepada komisioner Panwaslih bupati/wabub Malteng, Stenly Mailissa, saksi Ahmad Latuconsina, Yohana Latuloma, dan Yanti Marlen Nirahua pada April 2017, dimana terdakwa sendiri menerima Rp40 juta yang diserahkan saksi Yanti.
Awal Mei 2017, terdakwa juga datang ke Kota Ambon membawa uang tunai Rp200 juta dan menemui saksi Rachman Malik serta Ahmad Ohoiwutun dan memberikan kepada mereka masing-masing Rp56 juta, sedangkan sisanya Rp70 juta dipegang terdakwa.
Ada juga dana pelantikan PTPS sebesar Rp193,9 juta, tetapi yang digunakan hanya Rp142,8 juta sehingga masih ada sisa anggaran yang dipakai terdakwa.
Perbuatan terdakwa dijerat melanggar pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai dakwaan primair.
Sedangkan dakwaan subsidairnya adalah melanggar pasal 9 juncto pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001.
Majelis hakim menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi.
Ketua majelis hakim tipikor, Jimmy Wally didampingi Ronny Felix Wuisan dan Yefta Sinaga selaku hakim anggota membuka persidangan di Ambon, Jumat (23/3/2018), dengan agenda mendengarkan pembacaan dakwaan JPU Kejari Malteng, Manatap Sinaga dan Rian Lopulalan.
JPU dalam dakwaannya menjelaskan, pada tahun anggaran 2016 Panwaslih bupati/wabub Malteng mendapatkan alokasi dana hibah Rp6 miliar dari pemerintah kabupaten sesuai SK Bupati nomor 910-547 tanggal 29 Oktober 2016.
Anggaran ini dimanfaatkan membiayai 17 item di antaranya pembayaran honorarium pengawas pemilihan bupati/wabub, pembayaran honorarium kesekretariatan, sewa kendaraan serta pemeliharaan gedung, musyawarah penyelesaian sengketa, hingga perjalan dinas dan transportasi.
Kemudian tahun anggaran 2017 panwaslih kembali mendapat alokasi dana ABPD Malteng senilai Rp6,8 miliar sesuai SK bupati nomor 910-191 tanggal 7 Januari 2017 tentang penetapan nama penerima dan besaran hibah yang juga untuk membiayai 17 item pekerjaan.
Selanjutnya Panwaslih mengajukan proposal permohonan bantuan dana hibah dengan melampirkan naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) yang ditandatangani bupati dan ketua komisioner Panwaslih Malteng selaku penerima bantuan.
Dugaan penyimpangan yang dilakukan terdakwa seperti rapat sentra gakumdu tahun 2017 dan untuk mendukung kegiatan tersebut, diberikan konsumsi berupa makanan dan snack bagi tim gakumdu di wilayah Polres Malteng.
"Untuk biaya konsumsi dianggarkan sebesar Rp44 juta namun yang dibelanjakan panwaslih hanya Rp26 juta untuk bulan Januari-Maret 2017," kata JPU.
Kemudian dalam rancangan anggaran biaya (RAB) 2016 maupun 2017 tidak ada kegiatan bimbingan teknis pengawasan berbasis IT dan bimbingan teknis panitia pengawas lapangan dan pengawas TPS.
Namun pada Februari 2017, ada instruksi dari Bawaslu RI untuk kegiatan dimaksud tetapi tidak ada anggarannya, sehingga komisioner panwaslih Malteng, Ahmad Latuconsina meminta terdakwa berkoordinasi dengan Rahman Malik Marahena dari Bawaslu Provinsi Maluku.
Rachman menyuruh terdakwa melaksanakan bimtek menggunakan dana yang ada dan nantinya setelah mapping anggaran 2017 baru dimasukkan dalam RAB.
Ketika dilakukan bimtek, terdakwa memberikan uang saku kepada para peserta sebesar Rp50.000 per orang untuk 263 peserta.
"Saat penyusuna RAB 2017, Rachman selaku operator keuangan bawaslu provinsi menawarkan kepada terdakwa agar dalam RAB 2017 untuk kegiatan bimtek pengawasan berbasis IT dan bimtek panitia pengawas lapangan serta pengawas TPS masing-masing sebesar Rp300.000," ujar JPU.
Terdakwa sempat mempertanyakan sistem pertanggungjawaban seperti apa kepada saksi Rachman, karena dia sebenarnya hanya membayar Rp50.000 kepada para peserta bimtek.
"Namun saksi Rachman Malik menyarankan kepada terdakwa untuk membuat laporan pertanggungjawaban sebesar RP300.000 per peserta bimtek, sehingga uang yang tidak dibelanjakan sebesar RP263 juta," tegas JPU.
Uang ini kemudian diserahkan terdakw kepada komisioner Panwaslih bupati/wabub Malteng, Stenly Mailissa, saksi Ahmad Latuconsina, Yohana Latuloma, dan Yanti Marlen Nirahua pada April 2017, dimana terdakwa sendiri menerima Rp40 juta yang diserahkan saksi Yanti.
Awal Mei 2017, terdakwa juga datang ke Kota Ambon membawa uang tunai Rp200 juta dan menemui saksi Rachman Malik serta Ahmad Ohoiwutun dan memberikan kepada mereka masing-masing Rp56 juta, sedangkan sisanya Rp70 juta dipegang terdakwa.
Ada juga dana pelantikan PTPS sebesar Rp193,9 juta, tetapi yang digunakan hanya Rp142,8 juta sehingga masih ada sisa anggaran yang dipakai terdakwa.
Perbuatan terdakwa dijerat melanggar pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai dakwaan primair.
Sedangkan dakwaan subsidairnya adalah melanggar pasal 9 juncto pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001.
Majelis hakim menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi.