Oleh : Hendra (5:am_Photography)
BALURAN - Ajag untuk sementara waktu ini boleh dibilang Top Predator di Pulau Jawa, sambil menunggu para ahli yang konon tak kenal lelah terus mengendus keberadaan Harimau Jawa yang kemungkinan masih eksis di tengah belantara yang tersisa di pulau Jawa ini. Namun bisa saja mereka sudah musnah dan kita hanya bisa merelakannya.
Tinggallah kini si Ajag (Cuon alpinus Javanicus), yang menurut berbagai sumber adalah anjing hutan yang hidup di dataran Asia. Ajag merupakan anjing hutan asli (endemik) Indonesia yang mendiami pulau Sumatera dan Jawa. Banyak yang beranggapan ajag sama dengan serigala, meskipun hampir mirip, namun keduanya merupakan spesies yang berbeda.
Ajag termasuk salah satu binatang langka di Indonesia yang populasinya semakin menurun dan terancam punah. Oleh IUCN Redlist, anjing hutan asli Indonesia ini dikategorikan dalam status konservasi endangered (Terancam Punah). Saat ini Keberadaanya masih bisa kita lihat di salah satu Taman Nasional di Jawa Timur yaitu Taman Nasional Baluran Kabupaten Situbondo.
Bisa bertemu Ajag bukanlah perkara mudah karena mereka tergolong binatang nokturnal (aktif di malam hari), meski beberapa pengunjung yang beruntung pernah menjumpainya di waktu pagi buta.
Begitu juga dengan kami komunitas 5:am photography saat melakukan agenda rutin tahunan "hunting trip" ke Taman Nasional Baluran awal Maret 2018 kemarin.
Mungkin juga saat itu keberuntungan sedang berpihak pada kami, dimana beberapa kali hunting trip sebelumnya kami hanya disapa dengan suara salakan dan lolongan nya saja dimalam hari. Bahkan pernah juga kami hanya disajikan bangkai rusa yang mati karena kehabisan darah. Menurut salah seorang penjaga, ditengarai hal itu adalah ulah Ajag kalau melihat bekas luka gigitan pada pantat rusa.
Pertemuan tanpa disengaja itu begitu singkat dan mendebarkan, tepatnya hari Sabtu 03/03/2018 menjelang maghrib. Saat itu kami baru saja akan mensudahi sisir savana Bekol yang biasa kami lakukan setiap mengunjungi Taman Nasional Baluran. Langkah kami terpaksa terhenti karena kerumunan koloni kerbau liar sedang menghadang jalur, kami pun sempat mengabadikan moment itu sambil sesekali melepaskan pandangan ke seluruh seluk beluk hamparan savana yang sedang hijau hijaunya saat itu.
Dan pandangan saya pun terhenti tepat di arah belakang jalur kami, sekitar 50 meter dari tempat kami berada. Nampak ada pergerakan dua ekor hewan berkaki empat berwarna kemerahan dengan panjang tubuh sekitar 90 cm dengan tinggi badan sekitar 50 cm dan belum pernah saya lihat sebelumnya.
Gerakanya unik, sesekali berlompatan menghindari semak di tengah savana. "jelas ini bukan anak rusa, karena anak-anak rusa jarang sekali terpisah dari koloni nya," kata benak saya berbisik. Suasana surup senja kala itu cukup mengaburkan pandangan saya, bahkan dua sosok hewan itu sekilas mirip gestur tubuh harimau tutul yang konon juga masih eksis di Taman Nasional Baluran ini.
Belum cukup waktu bagi saya untuk mengidentifikasi penampakan itu, dan dua sosok itu pun sudah berada tepat di samping jalur dan rupanya mereka sedang ingin melintas dan menuju ke semak-semak rimbun di sisi kiri jalur. Dan dengan spontan saya pun setengah berteriak, "bro itu kayak harimau tutul," teriak saya kepada kawan-kawan saya. Butuh sekian detik bagi mereka meski hanya untuk menoleh ke arah jari saya menunjuk. Dan tidak satu pun dari kawan saya melihat pergerakan Ajag yang sempat saya duga harimau tutul itu.
"Kamu tidak rabun senja kan," kata salah satu kawan saya setengah meledek. Sementara bibir saya terasa kelu dan dada saya pun masih belum berhenti berdegup kencang seakan tak menggubris ledekan kawan saya itu. "O'on Kenapa juga tidak kau ambil gambarnya tadi, agar bisa kau bungkam mulus nya," benak saya pun seakan ikut-ikutan menyalahkan. Kerumunan kerbau liar pun telah berlalu, senja pun semakin pekat menyelimuti seluruh savana, dan kami pun harus segera menyeret kaki kami menuju wisma yang sudah kami sewa sebelumnya di areal savana Bekol.
Namun Keberuntungan kami rupanya belum tuntas, belum jauh kaki melangkah arah pandangan saya kembali dikagetkan oleh pergerakan serupa. Kali ini lebih dekat dan lebih jelas, namun lebih kecil dari dua ekor yang sebelumnya baru saja saya lihat. Disini baru saya yakin kalau itu adalah Ajag. Melihat postur nya yang lebih kecil dan pergerakanya yang tidak begitu gesit, bisa jadi penampakan ke dua ini adalah Ajag muda.
Tanpa ragu-ragu lagi, saya bagi habis pemandangan ini kepada kawan-kawan saya. Dan "Tatatatatat Tatatatatat" bunyi shuter kamera kami pun segera memecah syahdu senja yang makin sekarat itu. Kami ikuti dan abadikan setiap detik pergerakan Ajag muda itu sampai benar-benar hilang dari pandangan kami.
Aahh... Bahagia rasanya, Meski hanya perjumpaan kecil dan bahkan jauh dari jangkauan mata, namun cukup memberikan desiran adrenalin yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Harus tiga kali mengunjungi Taman Nasional Baluran dan akhirnya bisa mendapakan moment langka ini. Yaa dan malam itu pun kami tertidur pulas berselimutkan kepuasan.
Kami yakin masih banyak momen-momen serupa menunggu untuk kami abadikan dengan sebuah foto sederhana. Bisa Ajag, bisa pula Macan Tutul jawa ( Panthera pardus). Mungkin besok, lusa, atau bahkan kelak bersama anak dan cucu kami ditempat yang sama atau bahkan di tempat lainnya. (dra)