BERITA MALUKU. Sejumlah hutang yang belum terbayarkan oleh Pemerintah Provinsi Maluku kepada pihak ketiga yang sudah melaksanakan pekerjaan program kerja tahun 2017, tentu menjadi respons Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Maluku.
Ketua DPRD Maluku, Edwin Adrian Huwae dalam keterangan persnya kepada sejumlah wartawan di kantor DPRD Maluku, Karpan, Ambon, Kamis (4/1/2018) menjelaskan, bahwa untuk mencari tahu sejauh mana persoalan ini maka pihaknya mengundang Kepala Bappeda, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), dan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapeda) untuk membicarakan berkaitan dengan hutang pihak ketiga yang belum terbayarkan pada akhir tahun Anggaran 2017.
, yang juga dihadiri Asisten III Pemerintah Daerah Maluku dalam forum rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Provinsi Maluku.
Dari penjelasan Asisten II dan Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Maluku bahwa terjadi devisit anggaran yang cukup besar di Pemprov yakni hampir sebesar Rp177 Miliar.
Devisit ini terjadi karena target penerimaan yang diproyeksikan dari PAD sebesar Rp98 Miliar dari Bank Maluku - Maluku Utara yaitu dalam komponen Deviden Rp50 Miliar dan sumbangan pembangunan Rp40 Miliar tidak bisa ditagih dari Bank Maluku.
Yang kedua, beberapa komponen pendapatan lain di PAD itu termasuk juga tidak bisa dicapai dan pemotongan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 10 persen atau hampir Rp10 Miliar. Hal ini yang mengakibatkan terjadi devisit anggaran sebesar Rp177 Miliar sehingga berdampak terhadap tidak bisa membayar kewajiban kepada pihak ketiga.
"Dalam rapat dengan Banggar tentu kami mencari solusi bagaimana hal ini bisa diselesaikan," kata Huwae.
Menurutnya, teman-teman di Banggar mengkritisi berkaitan dengan tidak tercapainya target penerimaan PAD dan tentu ini patut disesalkan, karena hal itu akan mengganggu cash fllow anggaran di tahun 2018.
Huwae mengatakan, bahwa DPRD tegas adalah tidak boleh menggunakan penerimaan daerah tahun 2018 untuk membayar hutang kepada pihak ketiga, karena kalau menggunakan APBD tahun 2018 untuk membayar hutang kepada pihak ketiga hal itu akan berdampak lagi di akhir tahun anggaran bahwa akan terjadi hutang lagi.
"Kami minta agar pihak eksekutiv tidak main-main dalam hal ini," tegas Huwae.
Bagaimana untuk menutup hutang itu?
Dalam rapat Banggarn itu kami menawarkan beberapa solusi yakni, dari sisi undang-undang, pemerintah daerah diberikan kewenangan juga untuk melakukan pinjaman daerah dalam hal ini bisa dipinjam di Bank sehingga kita bisa membayar dalam tahun anggaran berjalan, tapi tentu juga harus merujuk kepada aturan yang berlaku apakah pinjaman daerah bisa dilakukan adalah APBD, tentu ini lagi dikaji dan rapat Banggar tadi sudah menugaskan Komisi C untuk melakukan kajian-kajian itu termasuk melakukan ferifikasi berapa besar kewajiban kepada pihak ketiga yang mesti dibayarkan.
Sikap DPRD adalah juga harus membayar kewajiban kepada pihak ketiga itu, karena bagaimanapun ini berkaitan dengan perusahaan yang mesti membayar tenaga kerjanya.
Dan tawaran solusi berikutnya adalah, kalau sekiranya opsi pertama soal melakukan pinjaman daerah tidak bisa dilakukan maka solusi kedua yang ditawarkan adalah kita akan merasionalisasi belanja untuk tahun anggaran 2018.
Jadi suka tidak suka, mau tidak mau kita akan potong. Misalnya yang tadinya belanja sebesar 10 kita turunkan menjadi tujuh, yang lima menjadi tiga, tentu dengan memberi prioritas rasionalisasi terhadap anggaran non pembangunan. Jika opsi rasionalisasi anggaran kita ambil maka kami mendorong untuk memangkas anggaran rutin, termasuk anggaran-anggaran perjalanan dinas agar kemudian rasionalisasi mengorbankan belanja pembangunan termasuk belanja infrastruktur.
Kita akan melakukan efisiensi dan rasionalisasi di belanja-belanja rutin termasuk belanja perjalanan dinas, termasuk anggaran rapat-rapat koordinasi akan dikurangi
Ketua DPRD Maluku, Edwin Adrian Huwae dalam keterangan persnya kepada sejumlah wartawan di kantor DPRD Maluku, Karpan, Ambon, Kamis (4/1/2018) menjelaskan, bahwa untuk mencari tahu sejauh mana persoalan ini maka pihaknya mengundang Kepala Bappeda, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), dan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapeda) untuk membicarakan berkaitan dengan hutang pihak ketiga yang belum terbayarkan pada akhir tahun Anggaran 2017.
, yang juga dihadiri Asisten III Pemerintah Daerah Maluku dalam forum rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Provinsi Maluku.
Dari penjelasan Asisten II dan Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Maluku bahwa terjadi devisit anggaran yang cukup besar di Pemprov yakni hampir sebesar Rp177 Miliar.
Devisit ini terjadi karena target penerimaan yang diproyeksikan dari PAD sebesar Rp98 Miliar dari Bank Maluku - Maluku Utara yaitu dalam komponen Deviden Rp50 Miliar dan sumbangan pembangunan Rp40 Miliar tidak bisa ditagih dari Bank Maluku.
Yang kedua, beberapa komponen pendapatan lain di PAD itu termasuk juga tidak bisa dicapai dan pemotongan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 10 persen atau hampir Rp10 Miliar. Hal ini yang mengakibatkan terjadi devisit anggaran sebesar Rp177 Miliar sehingga berdampak terhadap tidak bisa membayar kewajiban kepada pihak ketiga.
"Dalam rapat dengan Banggar tentu kami mencari solusi bagaimana hal ini bisa diselesaikan," kata Huwae.
Menurutnya, teman-teman di Banggar mengkritisi berkaitan dengan tidak tercapainya target penerimaan PAD dan tentu ini patut disesalkan, karena hal itu akan mengganggu cash fllow anggaran di tahun 2018.
Huwae mengatakan, bahwa DPRD tegas adalah tidak boleh menggunakan penerimaan daerah tahun 2018 untuk membayar hutang kepada pihak ketiga, karena kalau menggunakan APBD tahun 2018 untuk membayar hutang kepada pihak ketiga hal itu akan berdampak lagi di akhir tahun anggaran bahwa akan terjadi hutang lagi.
"Kami minta agar pihak eksekutiv tidak main-main dalam hal ini," tegas Huwae.
Bagaimana untuk menutup hutang itu?
Dalam rapat Banggarn itu kami menawarkan beberapa solusi yakni, dari sisi undang-undang, pemerintah daerah diberikan kewenangan juga untuk melakukan pinjaman daerah dalam hal ini bisa dipinjam di Bank sehingga kita bisa membayar dalam tahun anggaran berjalan, tapi tentu juga harus merujuk kepada aturan yang berlaku apakah pinjaman daerah bisa dilakukan adalah APBD, tentu ini lagi dikaji dan rapat Banggar tadi sudah menugaskan Komisi C untuk melakukan kajian-kajian itu termasuk melakukan ferifikasi berapa besar kewajiban kepada pihak ketiga yang mesti dibayarkan.
Sikap DPRD adalah juga harus membayar kewajiban kepada pihak ketiga itu, karena bagaimanapun ini berkaitan dengan perusahaan yang mesti membayar tenaga kerjanya.
Dan tawaran solusi berikutnya adalah, kalau sekiranya opsi pertama soal melakukan pinjaman daerah tidak bisa dilakukan maka solusi kedua yang ditawarkan adalah kita akan merasionalisasi belanja untuk tahun anggaran 2018.
Jadi suka tidak suka, mau tidak mau kita akan potong. Misalnya yang tadinya belanja sebesar 10 kita turunkan menjadi tujuh, yang lima menjadi tiga, tentu dengan memberi prioritas rasionalisasi terhadap anggaran non pembangunan. Jika opsi rasionalisasi anggaran kita ambil maka kami mendorong untuk memangkas anggaran rutin, termasuk anggaran-anggaran perjalanan dinas agar kemudian rasionalisasi mengorbankan belanja pembangunan termasuk belanja infrastruktur.
Kita akan melakukan efisiensi dan rasionalisasi di belanja-belanja rutin termasuk belanja perjalanan dinas, termasuk anggaran rapat-rapat koordinasi akan dikurangi