Bupati Simalungun Gunakan PERBUD & DISKRESI Ciptakan Kesempatan Korupsi Penegak Hukum Tidak Berkutik, KPK Harap Turun

Bupati Simalungun Gunakan PERBUD & DISKRESI Ciptakan Kesempatan Korupsi Penegak Hukum Tidak Berkutik, KPK Harap Turun http://ift.tt/20kt43r - Berita Terbaru Terkini Hari Ini - Perbub dan Diskresi sering dibuat oleh penyelenggara Negara sebagai alasan membuat kegiatan suatu celah untuk memperoleh korupsi sehingga banyak kegiatan tertinggal yg penting di Kabupaten simalungun diantaranya pembangunan jalan untuk kebutuhan masyarakat di tinggalkan , tahun 2017 kegiatan diselip selipkan ratusan milyard dengan Perbud dan diskresi di setiap skpd

http://ift.tt/20kt43r - Berita Terbaru Terkini Hari Ini - Perbub dan Diskresi sering dibuat oleh penyelenggara Negara sebagai alasan membuat kegiatan suatu celah untuk  memperoleh korupsi sehingga banyak kegiatan tertinggal yg penting di Kabupaten simalungun diantaranya pembangunan jalan untuk kebutuhan masyarakat di tinggalkan , tahun 2017 kegiatan diselip selipkan ratusan milyard  dengan Perbud dan diskresi di setiap skpd

Kegiatan setiap SKPD Pemkab simalungun 2016 dan 2017  dilindungi dengan Perbub dan diskresi, diawalnya tahun 2016 kegiatan kegiatan di SKPD telah dilalui lolos dan sukses  dari pemeriksaan BPK dan Pantawan Aparat penegak hukum, ditahun 2017 sedang berjalan semakin meningkat anggaran kegiatan yg didasarkan dengan Perbud dan DIskresi , kegiatan ini diperintahkan secara terstuktur dan  dilindungi oleh  JR Saragih Bupati Simalungun dan biaya setiap SKPD dipersiapkan potongan  20%-40 %, untuk mengatasi hal ini modus  kegiatan diciptakan :
  1. Kegiatan dipecah pecah, menghindari Tender/ Lelang  dibuat < Rp 200.000.000, pelaksanaan dengan Penunjukan langsung / Tanpa tender  ( PL )
  2. Buat Order : < Rp 50.000.000.-, pertangunggung jawaban dengan kwitansi
  3. Menciptakan Kegiatan Rehab, yg tidak sewajarnya dilaksanakan sebagai rehab
  4. Kegiatan yg sipatnya Habis, hanya dibuat pertanggung jawaban dan distribusi dengan tanda terima diatas kertas saja, bukan dengan sebenarnya antaranya : Pupuk , Bibit, Obat Obatan, Kertas , Cetakan,
  5. Kegiatan fisik/ bangunan tidak membuat Plank Papan Pemberitahuan
  6. KIegiatan Diarahkan ke Kegiatan yg memperoleh keuntungan dan dibuat Fiktif
  7. Menciptakan Proyek Bencana, dikondisikan bencana dan tidak pantas sebagai bencana sesuai dengan defenisi yg sebenarnya
  8. Kegiatan Pelatihan, dengan alasan Peningkatan Sumber daya manusia yg bermuatan Politis, soal dimanfaatkan mencari kader dukungan menuju sumut I
  9. Proyek –Proyek di Monopoli Kartel – Mafia orang dekat Bupati yg telah mendahulukan membayar fee 20%, lantas para mafia mengarahkan dan membagi lagi ke rekanan yg lain dan mengambil keuntungan
  10. Monopoli tempat kegiatan Pelatihan Hotel Efarina, berstandard bintang tiga yg belum layak berstandart bintang tiga, sehingga adanya mark Up tariff dan Frekwensi hari / lama pelayanan mark up
Diskresi sendiri, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya, kebebasan mengambil keputusan sendiri dalam setiap situasi yang dihadapi.

Setiap penggunaan diskresi pejabat pemerintah bertujuan untuk, melancarkan penyelenggaraan pemerintah, mengisi kekosongan hukum.

Istilah diskresidapat kita temukan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan ("UU 30/2014)". Berdasarkan informasi yang kami dapatkan dari laman resmi Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, kehadiran UU yang terdiri atas 89 pasal ini dimaksudkan untuk menciptakan tertib penyelenggaraan administrasi pemerintahan, menciptakan kepastian hukum, mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang, menjamin akuntabilitas badan dan/atau pejabat pemerintahan, memberikan perlindungan hukum kepada warga masyarakat dan aparatur pemerintahan, melaksanakan ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan dan menerapkan azas-azas umum pemerintahan yang baik (AUPB), dan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada warga masyarakat.

Menurut Pasal 1 Angka 9 UU 30/2014, diskresi adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.

Menggunakan diskresi sesuai dengan tujuannya merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh pejabat pemerintahan dalam mengambil keputusan dan/atau tindakan. Demikian yang diatur dalam Pasal 6 ayat (2) huruf e jo ayat (1) UU 30/2014.

Lalu siapa yang dimaksud dengan pejabat pemerintahan di sini? Untuk menjawabnya, kita mengacu pada definisi pejabat pemerintahan yang terdapat dalam Pasal 1 angka 3 UU 30/2014:

Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan adalah unsur yang melaksanakan Fungsi Pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya.

Hal-hal penting menyangkut diskresi yang diatur dalam UU 30/2014 antara lain:
1.    Diskresi hanya dapat dilakukan oleh pejabat pemerintahan yang berwenang [Pasal 22 ayat (1)]

2.    Setiap penggunaan diskresi pejabat pemerintahan bertujuan untuk Pasal 22 ayat (2) dan penjelasan]:
a.    melancarkan penyelenggaraan pemerintahan;
b.    mengisi kekosongan hukum;
c.    memberikan kepastian hukum; dan
d.    mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum. Adapun yang dimaksud dengan stagnasi pemerintahan adalah tidak dapat dilaksanakannya aktivitas pemerintahan sebagai akibat kebuntuan atau disfungsi dalam penyelenggaraan pemerintahan, contohnya: keadaan bencana alam atau gejolak politik.

3.    Diskresi pejabat pemerintahan meliputi [Pasal 23]:
a.    pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang memberikan suatu pilihan Keputusan dan/atau Tindakan;
b.    pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak mengatur;
c.    pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas; dan
d.    pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas.

4.    Pejabat Pemerintahan yang menggunakan Diskresi harus memenuhi syarat [Pasal 24]:
a.    sesuai dengan tujuan Diskresi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2);
b.    tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c.    sesuai dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB);
d.    berdasarkan alasan-alasan yang objektif;
e.    tidak menimbulkan Konflik Kepentingan; dan
f.     dilakukan dengan iktikad baik.

5.   Penggunaan diskresi yang berpotensi mengubah alokasi anggaran wajib memperoleh persetujuan dari atasan pejabat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Persetujuan dimaksud dilakukan apabila penggunaan diskresi menimbulkan akibat hukum yang berpotensi membebani keuangan negara [Pasal 25 ayat (1) dan (2)]

Seperti yang kami jelaskan di atas, pejabat pemerintahan yang melakukan diskresi di sini adalah unsur yang melaksanakan fungsi pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya. Contoh sederhana dari diskresi yang jelas dan dapat kita lihat di kehidupan sehari-hari adalah seorang polisi lalu lintas yang mengatur lalu lintas di suatu perempatan jalan, yang mana hal ini sebenarnya sudah diatur oleh lampu pengatur lalu lintas (traffic light). 

Menurut Undang Undang Lalu Lintas, polisi dapat menahan kendaraan dari satu ruas jalan meskipun lampu hijau atau mempersilakan jalan kendaraan meskipun lampu merah. Demikian contoh yang disebut dalam laman resmi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi("KemenPANRB"). Penjelasan lebih lanjut mengenai diskresi polisi ini dapat Anda simak pula dalam artikel Penegakan Aturan Lalu Lintas dan Diskresi Polisi.

Masih bersumber dari laman KemenPANRB, sekaligus menjawab pertanyaan Anda, contoh pejabat yang diberikan diskresi yang disebut dalam UU 30/2014 (saat itu masih berupa rancangan) adalah mulai dari Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati, Walikota hingga Kepala Desa.

Sebagai contoh lain, seperti yang disebut di atas pula, diskresi juga dapat dilakukan oleh penyelenggara negara. Penyelenggara Negara menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu penyelenggara yang dimaksud di sini adalah hakim.

PERBUB / PERATURAN BUPATI

        Hierarki Peraturan Daerah
     Hierarki Peraturan Daerah dalam sistem Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, pada saat ini secara tegas diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, adalah sebagai berikut :

1.        Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.        Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
3.        Peraturan Pemerintah;
4.        Peraturan Presiden;
5.        Peraturan Daerah;

    Peraturan Menteri, walaupun tidak secara tegas dicantumkan dalam hierarki Peraturan Perundang-undangan, namun keberadaanya diakui sebagai salah satu jenis Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

      Mengingat lingkup Peraturan Daerah hanya terbatas pada daerah yang bersangkutan sedangkan lingkup berlakunya peraturan menteri mencakup seluruh wilayah Ngegara Republik Indonesia, maka dalam hierarki, Peraturan Menteri berada diatas Peraturan Daerah.
  
D.   Materi Muatan Peraturan Daerah
Mengenai materi Peraturan Daerah perlu memperhatikan asas materi muatan yang meliputi :

1. Pengayoman :
"bahwa setiap materi Peraturan Daerah harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat."

2. Kemanusiaan :
"bahwa setiap materi Peraturan Daerah harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga Negara dan penduduk Indonesia secara Proporsional."

3. Kebangsaan :
"bahwa setiap materi Peraturan Daerah harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang Pluralistik (kebhinnekaan) dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia."

4. Kekeluargaan :
"bahwa setiap materi Peraturan Daerah harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan."

5. Kenusantaraan :
"bahwa setiap materi Peraturan Daerah senantiasa memperhatian kepentingan wilayah Indonesia dan materi muatan Peraturan Daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila."

6. Bhinneka Tunggal Ika :
"bahwa setiap materi Peraturan Daerah harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku, golongan, kondisi khusus daerah dan budaya khususnya menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara."

7. Keadilan :
"bahwa setiap materi Peraturan Daerah harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tampa kecuali."

8. Kesamaan Kedudukan dalam Hukum dan Pemerintahan :
"bahwa setiap materi Peraturan Daerah tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain : agama, suku, ras, golongan, gender atau status sosial."

9. Ketertiban dan Kepastian Hukum :
"bahwa setiap materi Peraturan Daerah harus menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum."

10. Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan :

"bahwa setiap materi Peraturan Daerah harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan Negara. Selanjutnya materi Peraturan Daerah dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi."

BPK yg katanya diakui Negara RI sebagai Tim Audit Handal, mandul di Kabupaten simalungun , mata dan hatinya telah tertutup kedap, ber pura-pura, hanya mengambil sampling untuk diperiksa dan Memberikan hasil sebagai saran dan perbaikan kedepan, sebagai sandi wara yg isi temuannya lucu lucu dan tidak malu dan tidak jujur untuk mengungkapkan korupsi yang merajalela di Kab. Simalungun, sepertinya sudah dibayar upeti pejabat tinggi BPK sampai tim audit di lapangan.

Dari penjelasan diatas Perbud dan diskresi hanya diperbuat dengan membangun untuk mendahulukan kepentingan masyarakat dengan skala preoritas bukan kepentingan pribadi dan bukan tameng, kerena ada fee lalu kegiatan itu diciptakan atau dibesar besarkan , konyol yg terjadi di simalungun 2017 , entah apa yg merasuk hati manusia si penipu itu, berlagak membangun, uang Negara habis ber hamburan tidak tepat guna 

Subscribe to receive free email updates: