Tenda jualan yang dirobohkan paksa oleh Satpol PP |
Semarang, Info Breaking News - Pelaksanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) di Kota Semarang mulai berlaku tanggal 27 April 2020. Hal ini sesuai dengan Peraturan Walikota Semarang Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID -19) di Kota Semarang. Namun di sejumlah wilayah masih ada masyarakat yang belum menjalankan PKM.
Minggu (3/5/2020) malam sejumlah aparat gabungan mulai dari Satpol PP maupun TNI diterjunkan ke sejumlah titik untuk melakukan penertiban terhadap aktivitas masyarakat yang tidak sesuai dengan pedoman PKM. Namun penertiban yang dilakukan oleh aparat gabungan tersebut dilakukan secara arogan dan bahkan tidak sesuai dengan pedoman PKM.
Seperti yang terpantau di Jalan Kartini Raya, Semarang terdapat warung PKL penjual makanan yang tempat berdagangnya diacak-acak oleh aparat. "Saya sedang jualan, tiba-tiba warung dirobohkan oleh Satpol PP. Diobrak-abrik, brutal. Saya gak tau kalau PKL hanya boleh jualan sampai jam 20.00 karena tidak pernah ada pemberitahuan/peringatan, Inilah nasib rakyat jelata hanya bisa pasrah," ujar pedagang PKL yang mengalami tindakan arogan Satpol PP.
Nampak pula ketidakpahaman aparat yang melakukan penertiban terhadap Peraturan mengenai PKM tersebut. Pasal 11 ayat (5) huruf c dan d Peraturan Walikota Semarang Nomor 28 Tahun 2020 menyatakan "Restoran/Kafe sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf c, wajib mengikuti ketentuan pembatasan sebagai berikut: jam operasional untuk makan di tempat mulai dari pukul 11.00 WIB sampai dengan pukul 20.00 WIB; dan diatas pukul 20.00 WIB hanya melayani pesan antar/take away."
Namun kenyataan di lapangan tidak demikian, aparat "pukul rata" dengan meminta para pemilik usaha restoran/kafe untuk tutup pada pukul 20.00 WIB, padahal mereka masih bisa berjualan dengan melayani pesan antar/take away. Inilah contoh konkrit ketidakpahaman aparat yang menertibkan terhadap aturan yang sedang ditegakkannya.
Makanan yang terbuang akibat tindakan Satpol PP yang arogan |
Hal ini sangat bertolak belakang dengan pernyataan Walikota Semarang Hendrar Prihadi. Hendi, sapaan akrab Walikota Semarang, menegaskan aturan PKM dengan PSBB memiliki perbedaan, sebab PKM masih memberi ruang bagi masyarakat berkegiatan, namun dengan kontrol yang ketat.
"Kami ingin menampung aspirasi masyarakat, dengan ada hal yang sedikit melonggarkan sedulur - sedulur PKL maupun tempat usaha. Nantinya boleh berkegiatan tapi harus dengan sejumlah SOP yang kita kontrol. Juga ada keterlibatan masyarakat, RT, RW, LPMK untuk mengawal ini, serta Tim patroli yang terdiri dari satuan wilayah TNI - POLRI dan Pemkot juga kita turunkan," ujar Hendi sebelum penerapan PKM.
Sangat disayangkan, jika kepemimpinan Walikota Semarang Hendrar Prihadi yang begitu cemerlang dan mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak harus tercoreng dengan perilaku jajarannya yang arogan dan jauh dari kata humanis. Hal ini membuktikan pentingnya sosialisasi peraturan kepada masyarakat karena tidak semua orang paham atau dapat menggunakan teknologi informasi dengan baik.
Semoga perisitiwa ini tidak terulang kembali dan di waktu mendatang aparat yang melakukan penertiban PKM dapat menjalankan tugasnya dengan mengedepankan prinsip-prinsip kemanusiaan dan humanisme. ***Vincent Suriadinata