Peneliti Mahkamah Konstitusi RI Pan Mohamad Faiz, SH., MCL., Ph.D. |
Jakarta, Info Breaking News - "Indonesia belum siap untuk menerapkan relaksasi atau pelonggaran PSBB saat ini. Hal ini dilandaskan pada data-data yang menunjukkan bahwa kurva Covid-19 masih sangat fluktuatif." Inilah salah satu pernyataan yang dilontarkan oleh para narasumber dalam E-Lecture yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Hukum dan Teori Konstitusi Universitas Kristen Satya Wacana (PSHTK UKSW) dengan topik "Hak Hidup vs Hak Ekonomi di Masa Pandemik Covid-19".
E-Lecture yang diselenggarakan Kamis (28/5/2020) via Zoom ini menghadirkan Peneliti Mahkamah Konstitusi RI Pan Mohamad Faiz, SH., MCL., Ph.D. dan Dosen FH UKSW Ninon Melatyugra, SH., MH sebagai narasumber serta dimoderatori oleh Indirani Wauran, SH., MH.
Pada awal paparannya, Pan Mohamad Faiz mengatakan dampak pandemik Covid-19 tidak hanya pada sektor kesehatan namun juga politik, ekonomi dan sosial budaya serta pertahanan keamanan. Dirinya menjelaskan setidaknya negara memiliki kewajiban terhadap hak hidup yakni pengambilan keputusan (mempertimbangkan hak hidup seseorang ketika membuat keputusan), perlindungan hidup (tidak ada seorang pun yang dapat mengakhiri hidup orang lain), dan penyelidikan kematian (dalam keadaan yang melibatkan negara).
Sedangkan kewajiban negara dalam hak ekonomi, sosial dan budaya adalah untuk mengambil langkah-langkah (to take steps) dengan sumber daya maksimum yang tersedia (available resources) untuk mencapai realisasi penuh secara progresif (progressive realization) terhadap hak ekonomi, sosial dan budaya. "Dalam Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mensyaratkan negara untuk menjamin pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya tanpa diskriminasi dan memastikan adanya persamaan hak untuk memperolehnya," ungkap Pan Mohamad Faiz.
Pan Mohamad Faiz berpendapat bahwa antara hak hidup dan hak ekonomi saling berkaitan dan memengaruhi satu sama lainnya. "Memperhadapkan ekonomi vs hak asasi manusia akan misleading, karena seharusnya dapat disejajarkan. Negara harus melindungi nyawa dan ekonomi secara bersamaan agar perputaran barang dan jasa dapat terus berlanjut sepanjang pandemik. Apabila sudah berlalu maka akan tetap ada pekerjaan untuk manusia. Tetapi hal ini harus dilakukan secara bijak dan bertanggung jawab dengan dampak kesehatan masyarakat dan hak asasi manusia sebagai pertimbangan utamanya," terangnya.
Dosen FH UKSW Ninon Melatyugra, SH., MH. |
"Kebijakan yang ideal adalah kebijakan yang memenuhi hak hidup dan hak ekonomi secara bersamaan. Hal ini meliputi sistem lockdown, kebutuhan medis, jaminan sosial dan layanan publik. Kemampuan sumber daya yang terbatas menyulitkan Pemerintah untuk mengambil kebijakan. Namun demikian, Pemerintah tetap perlu memenuhi kewajiban dasar minimum agar tidak terjadinya pelanggaran atas hak hidup ataupun hak ekonomi warga negara," imbuhnya.
Sementara itu, Ninon Melatyugra berpendapat bahwa hak hidup lebih penting dibandingkan dengan hak ekonomi. "Hak hidup merupakan hak yang bersifat a priori dan supreme dimana jika hak hidup itu tidak ada, maka hak asasi manusia lainnya menjadi hak yang imajiner belaka. Oleh sebab itu, pemerintah harus menaruh keseriusan terhadap kewajibannya 'to protect' hak hidup setiap warga negaranya di tengah situasi pandemik Covid-19 ini. Semangat pengambilan kebijakan yang dilakukan pemerintah seyogyanya didasarkan pada tujuan perlindungan hak hidup ketimbang hak yang lain," kata Ninon.
Meskipun ada perbedaan pandangan kedua narasumber tersebut dalam memaknai kedudukan hak hidup dan hak ekonomi, keduanya sependapat bahwa kebijakan pemerintah yang ada saat ini lebih menitikberatkan kepada sektor ekonomi. Juga terhadap wacana new normal yang akan diterapkan oleh pemerintah, keduanya sepakat bahwa saat ini Indonesia belum siap.
Secara terpisah, Direktur PSHTK Dr. Umbu Rauta, SH., M.Hum. mengatakan bahwa e-lecture merupakan salah satu mata kegiatan dari PSHTK UKSW yang dimaksudkan sebagai sarana diseminasi pengetahuan bagi mahasiswa pada khususnya dan khalayak pemerhati hukum dan teori konstitusi pada umumnya.
"Kebetulan topiknya berkenaan dengan permasalahan kemanusiaan yang dihadapi bangsa Indonesia dan dunia pada umumnya yaitu bencana non alam Covid-19. Dalam situasi ini muncul dilema baik bagi pengambil kebijakan maupun warga masyarakat, apakah mendahulukan hak hidup atau hak ekonomi atau keduanya dijalankan secara beriringan," pungkasnya. ***Vincent Suriadinata