Prof Dr Indriyanto Seno Adji SH MH Pakar hukum pidana yang juga guru besar di Pusdiklat Kejaksaan Agung |
Jakarta, Info Breaking News - Persidangan di Pengadilan Negeri akan dilakukan dengan cara teleconference melalui video conference (vicon) terkait merebaknya Virus Corona (Covid-19). Terkait hal itu, kata pakar hukum persidangan tersebut adalah Quasi Court.
Pakar hukum pidana yang juga guru besar di Pusdiklat Kejaksaan Agung, Prof Dr Indriyanto Seno Adji SH MH menyatakan bahwa secara legitimasi persidangan teleconference adalah quasi court, sifatnya darurat abnormal. Sehingga 'tidak' dimaknai sebagai persidangan pro justitia murni.
"Persidangan teleconference adalah quasi court, karena dalam makna hukum acara pidana, hal itu tidak terikat secara ketat atas aturan formal dan materil. Sehingga ada kekhususannya, seperti dalam Peraturan KUHAP," ujar Indriyanto kepada pewarta via WhassApp dilansir Berita Hukum, Jumat (27/3) siang.
Oleh sebab itu, lanjut akademisi sekaligus pengacara di Indonesia ini, Majelis Hakim dapat memberikan terobosan terhadap regulasinya. Baik itu yang tidak mengatur atau mengatur, tetapi tidak jelas suatu regulasinya, imbuhnya.
"Peradilan pro justitia, seperti masalah teleconference ini, memiliki kewenangan yang sama, saat KUHAP tidak mengaturnya," kata Indriyanto seraya mencontohkan dalam kasus Akbar Tanjung, atau kasus LPSK dan Terorisme. Pada saat itu diterapkan juga sistem teleconference.
Lebih lanjut Indriyanto yang juga guru besar dari Universitas Krisnadwipayana ini menjelaskan bahwa doktrin maupun yurisprudensi itu memberikan legitimasi penggunaan teleconference. Walaupun KUHAP tidak mengaturnya.
"Karena tidak ada aturan yang melarang atau memperbolehkan sidang dengan cara teleconference," kata Indriyanto sambil mengungkapkan harus dengan pertimbangan diskresioner aktif (Aktief Beleid atau Vrijs Ermerssen).
"Majelis Hakim dapat mengatur dengan dasar adanya kondisi abnormal (abnormal recht voor abnormaal). Misalnya seperti wabah pandemik Covid19 saat ini, agar sistem persidangan dilakukan dengan cara dan sistem teleconference ataupun E-Device," jelasnya.
Indriyanto mengungkapkan bahwa sistem hukum Indonesia memberikan legitimasi kewenangam diskresioner aktif dengan pertimbangan abnormaal.
"Tijden untuk mengatur dan menggunakan sistem teleconference walaupun regulasi tidak mengaturnya. Baik dalam bentuk persidangan pro justitia murni maupun Quasi Court seperti halnya untuk kondisi darurat abnormal seperti saat ini," tandasnya.
Sidang Online
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin telah memerintahkan jajarannya untuk melaksanakan sidang secara online menalui video conference (Vicon), pada Kamis, 26 Maret 2020.
Menurut Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono dalam siaran persnya, berdasarkan laporan yang diterima Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), ada 14 Kejati yang sudah menggelar sidang secara online tersebut.
Menurut Jampidum Dr. Sunarta, pihaknya mengapresiasi para jaksa yang telah berhasil melaksanakan sidang secara online itu. "Sesungguhnya hal itu dapat membantu para Jaksa di daerah," ujarnya.
Karena menurut Sunarta, ada surat edaran Ketua Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020, tanggal 23 Maret yang salah satu poinnya tidak bisa memperpanjang lagi masa penahanan. Hal itulah yang membuat para Jaksa bagaikan buah simalakama.
Berdasarkan surat Menteri Hukum dan HAM tanggal 24 Maret yang melarang pengiriman dan pengeluaran tahanan dari Rutan membuat Jaksa tidak ada pilihan. Harus menuntaskan perkara dengan sidang online, ujarnya *** Armen Foster