NAMROLE - BERITA MALUKU. Pemerintah Kabupaten Buru Selatan (Bursel), membangun Tugu Kai Wait sebagi Icon Kota Namrole dengan berbagai filosofi didalamnya, yakni Kai Wait Ina Ama Walidawen Lolik Lalen Fedak Fena. Dan pada tugu ini terdapat pucuk bunga mirantih yang menggambarkan sebagai simbol memulai kehidupan.
Filosofi tugu itu merupakan satu spirit yang perlu dihidupi, spirit yang perlu dimaknai dalam konteks orang hidup basudara di kabupaten Buru Selatan.
"Tugu kota Namrole ini dikenal sebagai Tugu Kai Wait. Ini merupakan suatu icon kota, dimana dengan berdirinya tugu ini, kita akan memperkenalkan hakekat sosiolog antropologi maupun filsafat orang Buru," jelas Kepala Dinas PUPR Melkior Soulisa kepada media ini di Namrole, akhir pekan kemarin.
Sambungnya, dimana pada tugu tersebut kita akan melihat bahwa, terdiskripsi semangat hidup orang basudara di Buru Selatan.
"Kalau di Indonesia, Pancasila sebagai penyenyatuh kebinekaan dan kemajemukan bangsa Indonesia, maka kami di Buru Selatan menggunakan slogan Kai Wait sebagai penyatu seluruh kebinekaan dan keberagaman masyarakat yang ada di kabupaten Buru Selatan," jelas Solissa.
Jelas Solissa, di tugu itu ada menggunakan bahasa "Kai Wait Ina Ama Walidawen Lolik Lalen Fedak Fena". Itu merupakan satu spirit yang perlu dihidupi, spirit yang perlu dimaknai dalam konteks orang hidup basudara di kabupaten Buru Selatan.
"Sehingga siapapun yang ada di Buru Selatan ini, apakah dia etnis dari manapun kiranya memahami dan berinkulturasi dengan budaya di Buru Selatan," ujarnya.
Jelasnya lagi, bahwa orang Buru Selatan itu adalah kai wait yang artinya adik-kakak. Ina ama adalah bapa-mama dan wali dawen itu ipar, sehingga ada nuansa kekeluargaan.
"Katong samua satu gandong, Katong orang basudara. Itu adalah spirit yang terbangun untuk katong orang Buru seperti itu," sebut Solissa.
Jelas Solissa lagi, tugu ini juga merepresentasi empat rehensaf di Buru Selatan. Yakni, rehensaf Ambalau, rehensaf Waisama, rehensaf Masarete dan rehensaf Fogi. Kata Solissa, itu terlihat pada empat tiang pada tugu.
"Dan kita gunakan pucuk Meranti, orang Buru bilang elodifuan," ujarnya.
Sejarah elodifuan jelas Solissa, berdasarkan sejarah bagi orang Buru, merupakan simbol awal memulai satu kehidupan. Dimana di jaman dulu semenjak terjadinya pulau Buru, orang mulai berkebun, bercocok tanam, berburu, mereka selalu berpatokan pada elodifuan.
"Artinya bahwa orang Buru menganggap sebagai simbol kehidupan mengawali kehidupan," ujarnya.
Karena itu, pucuk atau kembang mekar bunga meranti merupakan simbol kehidupan memulai kehidupan di Pulau Buru. Sehingga diambil filosofi ini sebagai spirit pembangunan di kabupaten Buru Selatan.
Jelas Solissa, di sisi lain, pucuk Meranti ini di Buru Selatan adalah salah satu komuditas unggulan, yaitu sebagai daerah penghasil kayu.
"Dimana kita terdapat beberapa HPH di Buru Selatan yang jumlah kontribusi terhadap pendapatan negara maupun dana bagi hasil bagi Kabupaten Buru Selatan cukup besar dalam berkontribusi terhadap pembangunan di kabupaten Buru Selatan," jelas Solissa.
Kesimpulannya adalah bahwa tugu kota Kai Wait yang berada di tengah kota Namrole yang saat ini sedang dibangun itu, merupakan icon kota Namrole Kabupaten Buru Selatan.
"Dengan dibangunnya tugu itu, ternyata orang Buru memiliki jiwa kai wait seperti Pancasila yang menyatukan seluruh bangsa Indonesia," ujarnya.
Dan dengan dimulainya pemerintahan kabupaten Buru Selatan, lodifuan menggambarkan sebuah puncak kehidupan.
Karena dengan lahirnya kabupaten Buru Selatan maka akan memberikan pembangunan di kabupaten Buru Selatan secara baik, terbukanya aksesbilitas, jalan, tentang kendali semakin dekat dalam pelayanan publik, peningkatan penanggulangan kemiskinan dan pengangguran dan ekonomi semakin baik.
"Semoga tugu Kai Wait kota Namrole menjadi icon kota yang bisa menginspirasi kita, bisa mempatenkan sikap kecirikhasan sosial budaya, sosial antropolog maupun pemerintahan, bahwa, karakter kita seperti ini. Semoga masyarakat bisa memahami," jelasnya.
Solissa berharap, masyarakat Buru Selatan sudah bisa mengetahui filosifi dari tugu kai wait yang sedang dibangun, sehingga tidak menjadi pertanyaan publik apa makna yang terdapat pada tugu tersebut.
Makna yang terdapat pada tugu kai wait harus disosialiasi kepada masyarakat untuk mengetahui jati diri dan identitasnya.
Tandas Solissa, icon kota ini harus dibanggakan.
Solissa menjelaskan, tugu Kai Wait ini menggunakan anggaran tahun 2019 dan akan selesai secepatnya dalam tahun 2020 ini. (AZMI)
Filosofi tugu itu merupakan satu spirit yang perlu dihidupi, spirit yang perlu dimaknai dalam konteks orang hidup basudara di kabupaten Buru Selatan.
"Tugu kota Namrole ini dikenal sebagai Tugu Kai Wait. Ini merupakan suatu icon kota, dimana dengan berdirinya tugu ini, kita akan memperkenalkan hakekat sosiolog antropologi maupun filsafat orang Buru," jelas Kepala Dinas PUPR Melkior Soulisa kepada media ini di Namrole, akhir pekan kemarin.
Sambungnya, dimana pada tugu tersebut kita akan melihat bahwa, terdiskripsi semangat hidup orang basudara di Buru Selatan.
"Kalau di Indonesia, Pancasila sebagai penyenyatuh kebinekaan dan kemajemukan bangsa Indonesia, maka kami di Buru Selatan menggunakan slogan Kai Wait sebagai penyatu seluruh kebinekaan dan keberagaman masyarakat yang ada di kabupaten Buru Selatan," jelas Solissa.
Jelas Solissa, di tugu itu ada menggunakan bahasa "Kai Wait Ina Ama Walidawen Lolik Lalen Fedak Fena". Itu merupakan satu spirit yang perlu dihidupi, spirit yang perlu dimaknai dalam konteks orang hidup basudara di kabupaten Buru Selatan.
"Sehingga siapapun yang ada di Buru Selatan ini, apakah dia etnis dari manapun kiranya memahami dan berinkulturasi dengan budaya di Buru Selatan," ujarnya.
Jelasnya lagi, bahwa orang Buru Selatan itu adalah kai wait yang artinya adik-kakak. Ina ama adalah bapa-mama dan wali dawen itu ipar, sehingga ada nuansa kekeluargaan.
"Katong samua satu gandong, Katong orang basudara. Itu adalah spirit yang terbangun untuk katong orang Buru seperti itu," sebut Solissa.
Jelas Solissa lagi, tugu ini juga merepresentasi empat rehensaf di Buru Selatan. Yakni, rehensaf Ambalau, rehensaf Waisama, rehensaf Masarete dan rehensaf Fogi. Kata Solissa, itu terlihat pada empat tiang pada tugu.
"Dan kita gunakan pucuk Meranti, orang Buru bilang elodifuan," ujarnya.
Sejarah elodifuan jelas Solissa, berdasarkan sejarah bagi orang Buru, merupakan simbol awal memulai satu kehidupan. Dimana di jaman dulu semenjak terjadinya pulau Buru, orang mulai berkebun, bercocok tanam, berburu, mereka selalu berpatokan pada elodifuan.
"Artinya bahwa orang Buru menganggap sebagai simbol kehidupan mengawali kehidupan," ujarnya.
Karena itu, pucuk atau kembang mekar bunga meranti merupakan simbol kehidupan memulai kehidupan di Pulau Buru. Sehingga diambil filosofi ini sebagai spirit pembangunan di kabupaten Buru Selatan.
Jelas Solissa, di sisi lain, pucuk Meranti ini di Buru Selatan adalah salah satu komuditas unggulan, yaitu sebagai daerah penghasil kayu.
"Dimana kita terdapat beberapa HPH di Buru Selatan yang jumlah kontribusi terhadap pendapatan negara maupun dana bagi hasil bagi Kabupaten Buru Selatan cukup besar dalam berkontribusi terhadap pembangunan di kabupaten Buru Selatan," jelas Solissa.
Kesimpulannya adalah bahwa tugu kota Kai Wait yang berada di tengah kota Namrole yang saat ini sedang dibangun itu, merupakan icon kota Namrole Kabupaten Buru Selatan.
"Dengan dibangunnya tugu itu, ternyata orang Buru memiliki jiwa kai wait seperti Pancasila yang menyatukan seluruh bangsa Indonesia," ujarnya.
Dan dengan dimulainya pemerintahan kabupaten Buru Selatan, lodifuan menggambarkan sebuah puncak kehidupan.
Karena dengan lahirnya kabupaten Buru Selatan maka akan memberikan pembangunan di kabupaten Buru Selatan secara baik, terbukanya aksesbilitas, jalan, tentang kendali semakin dekat dalam pelayanan publik, peningkatan penanggulangan kemiskinan dan pengangguran dan ekonomi semakin baik.
"Semoga tugu Kai Wait kota Namrole menjadi icon kota yang bisa menginspirasi kita, bisa mempatenkan sikap kecirikhasan sosial budaya, sosial antropolog maupun pemerintahan, bahwa, karakter kita seperti ini. Semoga masyarakat bisa memahami," jelasnya.
Solissa berharap, masyarakat Buru Selatan sudah bisa mengetahui filosifi dari tugu kai wait yang sedang dibangun, sehingga tidak menjadi pertanyaan publik apa makna yang terdapat pada tugu tersebut.
Makna yang terdapat pada tugu kai wait harus disosialiasi kepada masyarakat untuk mengetahui jati diri dan identitasnya.
Tandas Solissa, icon kota ini harus dibanggakan.
Solissa menjelaskan, tugu Kai Wait ini menggunakan anggaran tahun 2019 dan akan selesai secepatnya dalam tahun 2020 ini. (AZMI)