Komisioner KPK Nawawi Pamolango dan CEO Media Breaking News Emil Foster Simatupang, saat di Mahkamah Agung RI. |
Jakarta, Info Breaking News - Jenuh dengan goncang ganjing hiruk pikuk berita KPK yang selama ini ibarat selebrities yang terus menerus melakukan aksi tangkap tangan korupsi recehan, tapi justru kasus kakap terbiarkan begitu saja bahkan menjadi beban bagi Komisioner KPK yang baru, karena banyaknya perkara yang sudah digarap sejak 5 sampai 7 tahun silam, namun hingga kini masih belum bisa naik kepenuntutanBelum lagi dampak ketakutan dari para investor dunia yang was was karena banyaknya para tersangka KPK yang terus menyandang gelar pesakitan sebagai tersangka dan kaksusnya tidak pernah tuntas.Kondisi seperti ini membuat para Komisioner KPK dibawah pimpinan Komjen Pol Firli, tak sudi menmgikuti gaya lama yang sesungguhnya tak banyak manfaat mencegah korupsi, malahan yang ada terus menerus OTT kelas murahan tapi beitanya santer sejagat bak halilintar disiang bolong.Untuk itulah secaara tegas Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, akan mengevaluasi sistem kerja di lembaganya, khususnya terkait pemanggilan dan pemeriksaan saksi.
Nawawi merasa, selama ini, banyak saksi yang dipanggil KPK dalam proses penyidikan. Namun dalam persidangan, saksi yang diajukan jaksa penuntut umum hanya sedikit.Untuk itu, ia meminta pemanggilan saksi lebih selektif. Saksi dibatasi pada seseorang yang mengetahui kejadian tindak pidana. "Pemanggilan saksi terhadap perkara agar jangan terlalu banyak-banyak. Ada sebuah perkara sampai 80-100 saksi. Di sidang kita dengar itu paling 20 orang sudah cukup. Berkas jadi tebal," ujar Nawawi dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III di Gedung DPR, Jakarta, Senin (27/1).
Nawawi pun tak ingin penyidik memanggil saksi dengan pertimbangan tersendiri. Sehingga ke depannya pemanggilan saksi harus berkoordinasi dengan pimpinan KPK.
"Kita tidak mau ada praktik pemanggilan saksi yang hanya didasarkan dari pertimbangan penyidik, tapi pimpinan harus mengetahui dalam kapasitas apa seorang saksi dipanggil," kata Nawawi.
Sementar ditempat yang sama Ketua KPK,Komjen Firli Bahuri menyebut bahwa hingga saat ini belum ada izin penyadapan yang diajukan pihaknya kepada Dewan Pengawas (Dewas) KPK."Posisi penyadapan 0, sampai saaat ini kita tidak melakukan penyadapan," kata Firli dalam rapat kerja dengan Komisi III di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Senin (27/1). Raker ini juga diikuti oleh Dewas KPK.Menurutnya, jika nanti ada keperluan penyadapan, maka izin-izin tersebut akan segera diajukan."Kalau ada sprindik baru yang perlu penyadapan kami akan ajukan izin," tuturnya.Firli memastikan bahwa komisioner dan Dewas KPK akan terus berkoordinasi untuk menerbitkan izin penyidikan. Serta, memprioritaskan perkara mana yang perlu disadap."Tapi yang pasti Ketua Dewas dan kita sepakat bekerja keras perkara mana yang akan dilakukan penyadapan kita gelar perkara, 10 perkara, 10 gelar perkara apa nomornya tinggal Dewas yang menilai apakah diberi izin atau tidak," ujarnya.Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan mereka tengah menyiapkan aplikasi berbasis teknologi untuk permohonan dan pemberian izin penggeledahan dan penyadapan.
"Sedang dibangun aplikasi berbasis IT dalam pemberian izin karena ini mensyaratkan kecepatan," kata Tumpak dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 27 Januari 2020. Tumpak mengatakan, pemberian izin akan keluar dalam 1x24 jam.
Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho mengatakan ada beberapa mekanisme pemberian izin itu. Pertama, penyidik mengajukan permohonan izin penyadapan ke Dewas melalui Kepala Sekretariat Dewas. Penyidik kemudian mengadakan gelar perkara di hadapan Dewan Pengawas.
Selanjutnya, Dewas akan memberikan pendapat atas permohonan izin yang diajukan. Surat pemberian atau penolakan pemberian izin akan disusun setelahnya.
"Kemudian draf suratnya itu dibuat, lalu kembali lagi ke Dewas. Kalau disetujui ditandatangani, kalau tidak disetujui tidak ditandatangani," kata Albertina.
Albertina mengatakan, penyidik harus melampirkan syarat-syarat dalam permintaan penyadapan itu. Di antaranya surat perintah penyelidikan (sprinlidik), surat perintah penyidikan (sprindik), nomor telepon yang akan disadap, uraian singkat mengenai perkara, dan alasan melakukan penyadapan.
Albertina mengatakan prosedur ini juga berlaku untuk permintaan izin penggeledahan dan penyitaan. Permintaan penggeledahan dan penyitaan juga harus melampirkan sprinlidik, sprindik, penjelasan mengenai perkara, alasan penggeledahan atau penyitaan. "Memuat juga barang-barang yang akan disita kalau itu penyitaan. Kalau penggeledahan memuat obyek dan lokasi yang akan digeledah," kata dia.
Albertina mengatakan, Dewan Pengawas memberlakukan tenggat waktu untuk setiap izin yang dikeluarkan. Surat izin penggeledahan dan penyitaan berlaku selama 30 hari sejak izin dikeluarkan.Adapun untuk izin penyadapan berlaku selama enam bulan. Jika belum selesai, penyidik dapat mengajukan perpanjangan izin kembali, tetapi tanpa melalui gelar perkara.
"Jadi untuk penyadapan total seluruhnya bisa selama satu tahun. Kemudian untuk penyadapan ada kewajiban dari penyidik untuk melaporkan setelah selesai melakukan penyadapan harus melaporkan hasilnya kepada Dewas," ujar Albertina. *** Mil.