AMBON - BERITA MALUKU. Sejak dua tahun terkahir ini, geliat ekspor hasil laut Maluku langsung dari Ambon terus meningkat.
Hanya saja, Pendapatan Asli Perikanan (PAD) dari kegiatan ekspor hasil laut tersebut nihil karena masuk langsung ke Kementerian Kelautan Perikanam (KKP).
Untuk itu, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) akan berkoordinasi dengan KKP terkait persoalan ini. Dikarenakan kewenangan uji mutu dan penerbitan Health Certifikat hasil laut kini ditangani langsung oleh KKP bukan lagi daerah.
"Betul, kita akan berkoordinasi dengan KKP dan minta agar delegasi kewenangan uji mutu hasil laut itu dikembalikan ke daerah agar daerah punya PAD dari kegiatan ekspor ini," ujar Plt Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku, Abdul Haris, Senin (26/1/2020).
Menurutnya, jika KKP menyetujui kewenangan uji mutu tersebut dikembalikan ke daerah melalui Laboratorium Pengendalian dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP), maka DKP Maluku kata dia, akan melakukan kajian lagi guna mengetahui perbandingan PAD yang diperoleh dengan biaya operasional dari LPPMHP.
Alasannya, jika hasil kajian menunjukkan PAD yang diperoleh lebih kecil daripada biaya operasional, maka lebih baik kewenangan uji mutu tidak dikembalikan ke daerah.
Tetapi kondisi berbeda jika berdasarkan kajian itu diperoleh hasil PAD lebih besar dari biaya operasional.
"Kalau dikembalikan ke daerah, kita akan kaji terlebih dahulu bagaimana perbandingannya antara PAD dan biaya operasional. Karena uji mutu oleh LPPMHP juga butuh biaya. Kalau PAD yang diperoleh lebih kecil daripada biaya operasional yang harus dikeluarkan, maka lebih baik tidak usah," ucapnya.
Dikatakannya, dulu, ada tiga LPPMHP di Maluku yaitu LPPMHP Ambon, Tual dan Dobo yang melakukan uji mutu sehingga menghasilkan PAD bagi Maluku. Namun, setelah uji mutu dialihkan ke Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu atau BKIPM KKP, maka yang berhak melakukan uji mutu dan mengeluarkan Helth Certifikat hasil laut adalah Kepala BKIPM KKP dan PAD dari hasil laut untuk Maluku tidak lagi diperoleh.
Jelasnya, saat uji mutu masih menjadi kewenangan di daerah, PAD yang diperoleh Maluku dari hasil laut ini dihitung berdasarkan volume atau banyaknya ikan yang diekspor. Dimana dalam setahun PAD yangdiperoleh Maluku bisa sekitar Rp12 miliar.
Tetapi kemudian saat uji mutu dialihkan ke pusat, PAD hanya diperoleh dari volume sampel yang dikirimkan untuk diuji di pusat. Hanya saja PAD dari volume sampel itu kecil sehingga PAD turun drastis menjadi hanya Rp1,1 miliar.
Karena perbandingan biaya operasional dengan PAD yang diperoleh tidak sebanding, makanya lembaga uji mutu di daerah tutup. "Jadi bisa diaktifkan kembali lembaga uji mutu di daerah, tetapi harus berdasarkan volume hasil laut yang diekspor. Kalau hanya berdasarkan jumlah sampel yang dikirim, kita rugi. Itu sama saja membebani pemda," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Maluku, Elvis Pattiselano mengungkapkan, realisasi ekspor Maluku tahun 2019 dari hasil laut berupa ikan tuna fresh maupun beku, kepiting hidup dan udang meningkat 22 persen dari tahun 2018, mencapai 13,5 Juta US Dollar, yang dikirim Amerika, Jepang, Vietnam, ekspor kepiting tujuan Singapura dan Malaysia sedangkan udang diekspor ke Cina.
Angka ini, menurutnya mengalami kenaikan 22 persen dari tahun 2018 dengan nilai ekspor 10,8 Juta US Dollar.
Dimana pada 2019 kemarin, ekspor hasil laut langsung dari Maluku ditutup dengan mengekspor sebanyak 12 kontainer udang oleh PT. Wahana Lestari Investama ke Cina senilai 1,1 juta US Dollar
"2019 itu target kita 10 persen kenaikan dari 2018, tapi ternyata peningkatannya tembus lebih dari 20 persen melalui tujuh perusahan eksportir dan didominasi ekspor tuna," ujar Pattiselano
Untuk tahun 2018, jelasnya juga terjadi peningkatan signifikan Ekspor Barang atau PEB yang diterbitkan oleh Bea Cukai Ambon dan Tual jika dibandingkan 2018. Dimana sepanjang 2019 tercatat sebanyak 550 lebih PEB, sementara 2018 hanya 250 lebih PEB yang diterbitkan. "Ini menunjukan bahwa aktivitas ekspor di Maluku sudah kembali bangkit," sambungnya.
Meski aktivitas ekspor langsung hasil laut dari Maluku ini meningkat cukup signifikan, namun sayangnya PAD untuk Pemprov Maluku dari ekspor langsung ini nihil.
"Nah PADnya yang kita (Maluku) belum ini (dapat), sementara Pak Gub sudah ketemu dengan Pak Menteri (KKP), dan sudah menyampaikan, dan mudah-mudahan kedepan teman-teman di Dinas Kelautan dan Perikanan bisa membangun komunikasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk masalah bagaimana kita bisa dapat PAD dari ekspor ini," jelasnya.
Hanya saja, Pendapatan Asli Perikanan (PAD) dari kegiatan ekspor hasil laut tersebut nihil karena masuk langsung ke Kementerian Kelautan Perikanam (KKP).
Untuk itu, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) akan berkoordinasi dengan KKP terkait persoalan ini. Dikarenakan kewenangan uji mutu dan penerbitan Health Certifikat hasil laut kini ditangani langsung oleh KKP bukan lagi daerah.
"Betul, kita akan berkoordinasi dengan KKP dan minta agar delegasi kewenangan uji mutu hasil laut itu dikembalikan ke daerah agar daerah punya PAD dari kegiatan ekspor ini," ujar Plt Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku, Abdul Haris, Senin (26/1/2020).
Menurutnya, jika KKP menyetujui kewenangan uji mutu tersebut dikembalikan ke daerah melalui Laboratorium Pengendalian dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP), maka DKP Maluku kata dia, akan melakukan kajian lagi guna mengetahui perbandingan PAD yang diperoleh dengan biaya operasional dari LPPMHP.
Alasannya, jika hasil kajian menunjukkan PAD yang diperoleh lebih kecil daripada biaya operasional, maka lebih baik kewenangan uji mutu tidak dikembalikan ke daerah.
Tetapi kondisi berbeda jika berdasarkan kajian itu diperoleh hasil PAD lebih besar dari biaya operasional.
"Kalau dikembalikan ke daerah, kita akan kaji terlebih dahulu bagaimana perbandingannya antara PAD dan biaya operasional. Karena uji mutu oleh LPPMHP juga butuh biaya. Kalau PAD yang diperoleh lebih kecil daripada biaya operasional yang harus dikeluarkan, maka lebih baik tidak usah," ucapnya.
Dikatakannya, dulu, ada tiga LPPMHP di Maluku yaitu LPPMHP Ambon, Tual dan Dobo yang melakukan uji mutu sehingga menghasilkan PAD bagi Maluku. Namun, setelah uji mutu dialihkan ke Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu atau BKIPM KKP, maka yang berhak melakukan uji mutu dan mengeluarkan Helth Certifikat hasil laut adalah Kepala BKIPM KKP dan PAD dari hasil laut untuk Maluku tidak lagi diperoleh.
Jelasnya, saat uji mutu masih menjadi kewenangan di daerah, PAD yang diperoleh Maluku dari hasil laut ini dihitung berdasarkan volume atau banyaknya ikan yang diekspor. Dimana dalam setahun PAD yangdiperoleh Maluku bisa sekitar Rp12 miliar.
Tetapi kemudian saat uji mutu dialihkan ke pusat, PAD hanya diperoleh dari volume sampel yang dikirimkan untuk diuji di pusat. Hanya saja PAD dari volume sampel itu kecil sehingga PAD turun drastis menjadi hanya Rp1,1 miliar.
Karena perbandingan biaya operasional dengan PAD yang diperoleh tidak sebanding, makanya lembaga uji mutu di daerah tutup. "Jadi bisa diaktifkan kembali lembaga uji mutu di daerah, tetapi harus berdasarkan volume hasil laut yang diekspor. Kalau hanya berdasarkan jumlah sampel yang dikirim, kita rugi. Itu sama saja membebani pemda," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Maluku, Elvis Pattiselano mengungkapkan, realisasi ekspor Maluku tahun 2019 dari hasil laut berupa ikan tuna fresh maupun beku, kepiting hidup dan udang meningkat 22 persen dari tahun 2018, mencapai 13,5 Juta US Dollar, yang dikirim Amerika, Jepang, Vietnam, ekspor kepiting tujuan Singapura dan Malaysia sedangkan udang diekspor ke Cina.
Angka ini, menurutnya mengalami kenaikan 22 persen dari tahun 2018 dengan nilai ekspor 10,8 Juta US Dollar.
Dimana pada 2019 kemarin, ekspor hasil laut langsung dari Maluku ditutup dengan mengekspor sebanyak 12 kontainer udang oleh PT. Wahana Lestari Investama ke Cina senilai 1,1 juta US Dollar
"2019 itu target kita 10 persen kenaikan dari 2018, tapi ternyata peningkatannya tembus lebih dari 20 persen melalui tujuh perusahan eksportir dan didominasi ekspor tuna," ujar Pattiselano
Untuk tahun 2018, jelasnya juga terjadi peningkatan signifikan Ekspor Barang atau PEB yang diterbitkan oleh Bea Cukai Ambon dan Tual jika dibandingkan 2018. Dimana sepanjang 2019 tercatat sebanyak 550 lebih PEB, sementara 2018 hanya 250 lebih PEB yang diterbitkan. "Ini menunjukan bahwa aktivitas ekspor di Maluku sudah kembali bangkit," sambungnya.
Meski aktivitas ekspor langsung hasil laut dari Maluku ini meningkat cukup signifikan, namun sayangnya PAD untuk Pemprov Maluku dari ekspor langsung ini nihil.
"Nah PADnya yang kita (Maluku) belum ini (dapat), sementara Pak Gub sudah ketemu dengan Pak Menteri (KKP), dan sudah menyampaikan, dan mudah-mudahan kedepan teman-teman di Dinas Kelautan dan Perikanan bisa membangun komunikasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk masalah bagaimana kita bisa dapat PAD dari ekspor ini," jelasnya.