AMBON - BERITA MALUKU. Pemerintah Daerah, mulai dari tingkat provinsi maupun di Kabupatem/Kota, dituntut untuk memiliki Rencana Pembangunan Pengembangan Perumahah dan Kawasan Pemukiman (RP3KP) untuk masyarakat.
"Hingga saat ini banyak Pemda yang belum menyusun RP3KP. Padahal RP3KP sangat penting untuk pelaksanaan program perumahan di daerah," ujar Direktur Perencanaan Penyediaan Perumahan Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, Dwityo Akoro Soeranto dalam sambutannya pada Rapat Koordinasi Bidang Perencanaan Perumahan Regional Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua Tahun 2019 di Kota Ambon, Rabu (3/7/2019)
Menurut pria yang akrab disapa Koko tersebut, Kementerian PUPR siap mendampingi Pemda yang ingin menyusun dokumen RP3KP tersebut. Target pemerintah adalah bagaimana backlog rumah tidak layak huni bisa berkurang.
Tampak hadir dalam kegiatan ini Asisten I Bidang Tata Pemerintahan Provinsi Maluku, Hendrik Far Far dan para peserta yang terdiri dari Bappeda dan Dinas PKP Provinsi dan Kabupaten/Kota, SNVT Penyediaan Perumahan di Regional Nusa Tenggara-Maluku-Papua, Pemerhati Perumahan, serta perwakilan dari Ditjen Bina Bangda dan Lingkungan di Ditjen Penyediaan Perumahan.
Dirinya menambahkan, rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar setiap warga negara Indonesia sesuai dengan amanah UUD 1945 Pasal 28H.
Rapat Koordinasi Bidang Perencanaan Perumahan Regional Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua Tahun 2019 dimaksudkan sebagai salah satu bentuk bimbingan bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sesuai amanah PP 88 Tahun 2014 tentang pembinaan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.
Terjadinya backlog perumahan, kata Koko, disebabkan oleh beberapa hal antara lain, sulitnya memperoleh lahan di perkotaan, alokasi anggaran yang tidak sesuai dengan target, kenaikan harga bahan bangunan, belum optimalnya regulasi yang mengatur bidang perumahan dan kawasan permukiman (PKP).
Selain itu kebijakan percepatan dan kemudahan perizinan yang belum sepenuhnya terlaksana, banyaknya kualitas rumah dan perumahan baru yang di bawah standar, adanya perbedaan kewenangan Pemda pada UU 23/2014 dan UU 1/2011 dan belum diperolehnya data yang akurat tentang perumahan dan permukiman.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah, antara lain urgensi penyusunan dokumen RP3KP di setiap provinsi dan kabupaten/kota serta peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah dalam menyusun RP3KP, pemahaman dan pembahasan Peraturan Menteri Nomor 29 Tahun 2018 tentang Standar Teknis Pelayanan Minimal PUPR, strategi transformasi Pokja PKP menjadi Forum PKP, pembangunan basis data perumahan serta khusus untuk pembinaan bagi SNVT penyediaan perumahan adalah kemampuan evaluasi dan capaian program pengembangan perumahan.
"Suksesnya penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman sangat membutuhkan peran serta pemerintah daerah. Pemerintah daerah berperan sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah pusat dalam hal pemenuhan pelayanan rumah yang layak huni bagi masyarakat," tandasnya.
Sementara itu, Gubernur Murad Ismail dalam sambutannya dibacakan Plt Asisten I setda Maluku, Hendrik Far-far mengatakan, rakor yang dilaksanakan menjadi momentum strategi untuk menyatukan langkah dan tekad dalam mewujudkan penyelenggaraan perumahan dan pemukiman yang responsif dan komprehensif sekaligus dapat mengakomodasikan dalam satu kesatuan sistem dengan pemcapaian tujuan pembangunan sosial dan pembangunan ekonomi.
Dijelaskan, data Backlog kepemilikan rumah di provinsi Maluku sebanyak 83 ribu 7070 (BKKBN), data TNP2K (tim nasional percepatan penanggulangan kemiskinan 139 ribu 456 Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) yang telah tertangani sampai saat ini adalah 22.580.000 (16,19 persen) dan yang belum tertangani adalah 116.876 atau 83,81 persen.
Sedangkan, statistik kesejahteraan provinsi Maluku tahun 2018 sesuai hasil survey sosial ekonomi nasional (susenas) tahun 2018 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku, menunjukan keadaan perumahan di Maluku diantaranya untuk status kepemilikan rumah yang ditempati milik sendiri sebanyak 80,09 persen, yang beratap seng sebanyak 85,05 persen, rumah tinggal berlantai jenis tanah 4,71 persen, sumber penerangan PLN sebanyak 88,69 persen, rumah tangga yang menggunakan sumber daya air minum layak tercatat 52,36 persen. Data tersebut menunjukan adanya peningkatan yang baik bila dibandingkan dengan hasil survey ekonomi nasional tahun 2015 yang lalu.
Dirinya menyadari masih banyak pekerjaan yang perlu kita selesaikan bersama guna mencapai target SDG's 100-0-100, yakni pencapaian air bersih hingga 100 persen di masyarakat, penurunan pemukiman kumuh yang hingga 0 persen dan peningkatan sanitasi masyarakat hingga 100 persen.
Lebih lanjut dikatakan, untuk mewujudkan pembangunan perumahan dan pemukiman rakyat yang berkelanjutan, diperlukan sinergitas antar semua stakeholder, terutama antar pemerintah baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
"Untuk itu diperlukan koordinasi antar sektor di masing-masing tingkatan pemerintah. Dengan demikian, perencanaan pembangunan kedepan tidak lagi terkotak-kotak, menghindari ego sektoral maupun ego vertikal antar pemerintah pusat dan daerah, melainkan perencanaan disusun dengan saling mendukung dan melengkapi sesuai kebutuhan dengan hirarki kewenangan masing-masing," pungkasnya.
"Hingga saat ini banyak Pemda yang belum menyusun RP3KP. Padahal RP3KP sangat penting untuk pelaksanaan program perumahan di daerah," ujar Direktur Perencanaan Penyediaan Perumahan Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, Dwityo Akoro Soeranto dalam sambutannya pada Rapat Koordinasi Bidang Perencanaan Perumahan Regional Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua Tahun 2019 di Kota Ambon, Rabu (3/7/2019)
Menurut pria yang akrab disapa Koko tersebut, Kementerian PUPR siap mendampingi Pemda yang ingin menyusun dokumen RP3KP tersebut. Target pemerintah adalah bagaimana backlog rumah tidak layak huni bisa berkurang.
Tampak hadir dalam kegiatan ini Asisten I Bidang Tata Pemerintahan Provinsi Maluku, Hendrik Far Far dan para peserta yang terdiri dari Bappeda dan Dinas PKP Provinsi dan Kabupaten/Kota, SNVT Penyediaan Perumahan di Regional Nusa Tenggara-Maluku-Papua, Pemerhati Perumahan, serta perwakilan dari Ditjen Bina Bangda dan Lingkungan di Ditjen Penyediaan Perumahan.
Dirinya menambahkan, rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar setiap warga negara Indonesia sesuai dengan amanah UUD 1945 Pasal 28H.
Rapat Koordinasi Bidang Perencanaan Perumahan Regional Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua Tahun 2019 dimaksudkan sebagai salah satu bentuk bimbingan bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sesuai amanah PP 88 Tahun 2014 tentang pembinaan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.
Terjadinya backlog perumahan, kata Koko, disebabkan oleh beberapa hal antara lain, sulitnya memperoleh lahan di perkotaan, alokasi anggaran yang tidak sesuai dengan target, kenaikan harga bahan bangunan, belum optimalnya regulasi yang mengatur bidang perumahan dan kawasan permukiman (PKP).
Selain itu kebijakan percepatan dan kemudahan perizinan yang belum sepenuhnya terlaksana, banyaknya kualitas rumah dan perumahan baru yang di bawah standar, adanya perbedaan kewenangan Pemda pada UU 23/2014 dan UU 1/2011 dan belum diperolehnya data yang akurat tentang perumahan dan permukiman.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah, antara lain urgensi penyusunan dokumen RP3KP di setiap provinsi dan kabupaten/kota serta peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah dalam menyusun RP3KP, pemahaman dan pembahasan Peraturan Menteri Nomor 29 Tahun 2018 tentang Standar Teknis Pelayanan Minimal PUPR, strategi transformasi Pokja PKP menjadi Forum PKP, pembangunan basis data perumahan serta khusus untuk pembinaan bagi SNVT penyediaan perumahan adalah kemampuan evaluasi dan capaian program pengembangan perumahan.
"Suksesnya penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman sangat membutuhkan peran serta pemerintah daerah. Pemerintah daerah berperan sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah pusat dalam hal pemenuhan pelayanan rumah yang layak huni bagi masyarakat," tandasnya.
Sementara itu, Gubernur Murad Ismail dalam sambutannya dibacakan Plt Asisten I setda Maluku, Hendrik Far-far mengatakan, rakor yang dilaksanakan menjadi momentum strategi untuk menyatukan langkah dan tekad dalam mewujudkan penyelenggaraan perumahan dan pemukiman yang responsif dan komprehensif sekaligus dapat mengakomodasikan dalam satu kesatuan sistem dengan pemcapaian tujuan pembangunan sosial dan pembangunan ekonomi.
Dijelaskan, data Backlog kepemilikan rumah di provinsi Maluku sebanyak 83 ribu 7070 (BKKBN), data TNP2K (tim nasional percepatan penanggulangan kemiskinan 139 ribu 456 Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) yang telah tertangani sampai saat ini adalah 22.580.000 (16,19 persen) dan yang belum tertangani adalah 116.876 atau 83,81 persen.
Sedangkan, statistik kesejahteraan provinsi Maluku tahun 2018 sesuai hasil survey sosial ekonomi nasional (susenas) tahun 2018 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku, menunjukan keadaan perumahan di Maluku diantaranya untuk status kepemilikan rumah yang ditempati milik sendiri sebanyak 80,09 persen, yang beratap seng sebanyak 85,05 persen, rumah tinggal berlantai jenis tanah 4,71 persen, sumber penerangan PLN sebanyak 88,69 persen, rumah tangga yang menggunakan sumber daya air minum layak tercatat 52,36 persen. Data tersebut menunjukan adanya peningkatan yang baik bila dibandingkan dengan hasil survey ekonomi nasional tahun 2015 yang lalu.
Dirinya menyadari masih banyak pekerjaan yang perlu kita selesaikan bersama guna mencapai target SDG's 100-0-100, yakni pencapaian air bersih hingga 100 persen di masyarakat, penurunan pemukiman kumuh yang hingga 0 persen dan peningkatan sanitasi masyarakat hingga 100 persen.
Lebih lanjut dikatakan, untuk mewujudkan pembangunan perumahan dan pemukiman rakyat yang berkelanjutan, diperlukan sinergitas antar semua stakeholder, terutama antar pemerintah baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
"Untuk itu diperlukan koordinasi antar sektor di masing-masing tingkatan pemerintah. Dengan demikian, perencanaan pembangunan kedepan tidak lagi terkotak-kotak, menghindari ego sektoral maupun ego vertikal antar pemerintah pusat dan daerah, melainkan perencanaan disusun dengan saling mendukung dan melengkapi sesuai kebutuhan dengan hirarki kewenangan masing-masing," pungkasnya.