AMBON - BERITA MALUKU. Salah satu faktor yang mempengaruhi Maluku masih bertengger di posisi keempat, dibawah Papua, Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur (NTT), sebagai daerah termiskin di Indonesia adalah faktor regulasi yang dibuat oleh pemerintah pusat.
Hal inilah disampaikan, Wakil Gubernur Maluku, Barnabas Orno dalam sambutannya, pada evaluasi kinerja Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Maluku. yang berlangsung di lantai tujuh, kantor Gubernur Maluku, Selasa (30/4).
Menurutnya, pemerintah pusat harus merubah regulasi dan memberi kewenangan penuh kepada daerah untuk mengelola sumberdaya alam sendiri serta memudahkan proses perizinan dan investasi di daerah.
Regulasi yang dimaksudkan, diantaranya pembagian hasil produksi perikanan yang tidak seimbang dengan produksi perikanan yang diambil dari laut Maluku.
"Bayangkan saja dari 100, 36-40 persen produksi perikanan berasal dari Maluku, untuk itu perlu ada regulasi maupun kebijakan sehingga ada anggaran lebih untuk Maluku," ujarnya.
Begitu juga dengan regulasi eskport, baik itu perikanan maupun rempah-rempah.
Selama ini kata Orno, eksport dari Maluku belum secara langsung atau masih melalui daerah pengeksport seperti bali dan Jakarta, padahal dengan potensi yang ada, sudah harusnya Maluku bisa melakukan eksport langsung ke luar negeri.
Di bidang Transportasi udara, dirinya mengeluhkan soal mahalnya harga tiket pesawat.
"Garuda kan pinya Badan Usaha Milik Negara, tapi kenapa harganya mahal, ini semua ada kebijakan di pempus," ujarnya.
Di bidang pertanian, kata Mantan Bupati Maluku Barat Daya ini, untuk program persawahan harus hanya difokuskan untuk daerah-daerah transmigrasi, sedangkan masyarakat Maluku asli tidak boleh menggeser kearifan lokal seperti sagu, jagung, ubi-ubian dan lain sebagainya.
Dirinya mengungkapkan, kemiskinan Maluku bukan dari potensi sumber daya alam, maupun sumber daya manusia, tetapi negeri seribu pulau ini miskin dan tertinggal dikarenakan soal akses.
"Kita mendorong rakyat untuk produktifitas harus tinggi, tetapi pasarnya dimana, jadi ini soal regulasi, bawang misalnya, andai saja produktivitas kita banyak, maka kita tidak lagi izinkan untuk bawang masuk, kita punya potensi semua ini tetapi dari aturan kita tidak berdaya. Ini mesti dibicarakan dengan pempus, kalau tidak setiap tahun dari pusat akan datang untuk cek harga barang," ucapnya.
Untuk itu, dirinya berharap pemerintah pusat dapat melihat hal ini, dengan memberikan kewenangan besar ke pemerintah provinsi, terutama soal perizinan.
Diakhir sambutannya, dirinya berpesan kepada TPID Maluku, agar terus memantau ketersediaan pasokan kebutuhan bahan pokok melalui rapat koordinasi maupun mengecek secara langsung di lapangan, serta dapat menekan harga.
"Kebanyak harga barang mahal karena masalah buruh TKBM. Tadi saya berharap, tim TPID bisa melakukan hal ini, Bupati/Walikota juga harus menekankan soal ini, karena mahalnya kesitu, akhirnya masyarakat yang dirugikan," pungkasnya.
Hal inilah disampaikan, Wakil Gubernur Maluku, Barnabas Orno dalam sambutannya, pada evaluasi kinerja Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Maluku. yang berlangsung di lantai tujuh, kantor Gubernur Maluku, Selasa (30/4).
Menurutnya, pemerintah pusat harus merubah regulasi dan memberi kewenangan penuh kepada daerah untuk mengelola sumberdaya alam sendiri serta memudahkan proses perizinan dan investasi di daerah.
Regulasi yang dimaksudkan, diantaranya pembagian hasil produksi perikanan yang tidak seimbang dengan produksi perikanan yang diambil dari laut Maluku.
"Bayangkan saja dari 100, 36-40 persen produksi perikanan berasal dari Maluku, untuk itu perlu ada regulasi maupun kebijakan sehingga ada anggaran lebih untuk Maluku," ujarnya.
Begitu juga dengan regulasi eskport, baik itu perikanan maupun rempah-rempah.
Selama ini kata Orno, eksport dari Maluku belum secara langsung atau masih melalui daerah pengeksport seperti bali dan Jakarta, padahal dengan potensi yang ada, sudah harusnya Maluku bisa melakukan eksport langsung ke luar negeri.
Di bidang Transportasi udara, dirinya mengeluhkan soal mahalnya harga tiket pesawat.
"Garuda kan pinya Badan Usaha Milik Negara, tapi kenapa harganya mahal, ini semua ada kebijakan di pempus," ujarnya.
Di bidang pertanian, kata Mantan Bupati Maluku Barat Daya ini, untuk program persawahan harus hanya difokuskan untuk daerah-daerah transmigrasi, sedangkan masyarakat Maluku asli tidak boleh menggeser kearifan lokal seperti sagu, jagung, ubi-ubian dan lain sebagainya.
Dirinya mengungkapkan, kemiskinan Maluku bukan dari potensi sumber daya alam, maupun sumber daya manusia, tetapi negeri seribu pulau ini miskin dan tertinggal dikarenakan soal akses.
"Kita mendorong rakyat untuk produktifitas harus tinggi, tetapi pasarnya dimana, jadi ini soal regulasi, bawang misalnya, andai saja produktivitas kita banyak, maka kita tidak lagi izinkan untuk bawang masuk, kita punya potensi semua ini tetapi dari aturan kita tidak berdaya. Ini mesti dibicarakan dengan pempus, kalau tidak setiap tahun dari pusat akan datang untuk cek harga barang," ucapnya.
Untuk itu, dirinya berharap pemerintah pusat dapat melihat hal ini, dengan memberikan kewenangan besar ke pemerintah provinsi, terutama soal perizinan.
Diakhir sambutannya, dirinya berpesan kepada TPID Maluku, agar terus memantau ketersediaan pasokan kebutuhan bahan pokok melalui rapat koordinasi maupun mengecek secara langsung di lapangan, serta dapat menekan harga.
"Kebanyak harga barang mahal karena masalah buruh TKBM. Tadi saya berharap, tim TPID bisa melakukan hal ini, Bupati/Walikota juga harus menekankan soal ini, karena mahalnya kesitu, akhirnya masyarakat yang dirugikan," pungkasnya.