Kuasa Hukum Penggugat Prof.Dr.Irman Putrasidin SH MH dan Rekan |
Jakarta, Info Breaking News - DPR diminta harus menghentikan sementara proses seleksi calon Hakim Agung (CHA) yang dikirimkan oleh Komisi Yudisial (KY) selaku Tergugat hingga menunggu putusan PTUN yang sedang berlangsung sekarang.
Hal ini disampaikan oleh Dua ahli pakar administrasi negara Prof.DR.Pantja Astawa dan Mantan Hakim Agung DR.HP.Panggabean didepan majelis hakim PTUN Jakarta yang di ketuai oleh Nelvy Christine, SH, MH, Senin 4 Maret 2019.
Gugatan ini di sampaikan oleh Penggugat Hakim Tinggi Babel Dr. Binsar M. Gultom melalui kuasa hukum Dr. Irman Putrasidin , Melky Sidhek, Alungsyah dan Kurniawan .
Menurut mantan Hakim Agung Dr. HP. Pangabean, karena Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang dikeluarkan oleh Tergugat yakni Pengumuman seleksi administrasi dan seleksi kualitas CHA telah cacat hukum secara formal, maka apapun putusan PTUN nanti hasil proses fit and propertest di DPR tidak sah secara hukum. Untuk itu DPR harus menunggu putusan PTUN terlebih dahulu.
Semementara menurut Prof. Dr. Pantja Astawa selaku Guru Besar fakultas hukum UNPAD Bandung menegaskan, karena putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 53/2016 equol dengan UU, maka putusannya menjadi mengikat kepada semua masyarakat khususnya kepada KY selaku pejabat KTUN.
"Jadi apa ya diminta MA, harus dilaksanakan KY, karena MA itu pengguna Hakim Agung, bukan KY. Sekalipun KY bersifat mandiri menyeleksi CHA sesuai konstitusi dan UUKY, tetapi dengan berlakunya putussn MK ini, keweangan KY dalam proses seleksi CHA menjadi terbatas sesuai kebutuhan MA." kata Prof.Dr. Pantja SH MH, saat tampil sebagai ahli dalam perrsidangan lanjutan perkara Gugatan terhadap KY, dihadapan majelis hakim PTUN Jakarta, Senin (4/3/2019.
Saat Mantan Hakim Agung DR. HP.Panggabean SH MH diambil Sumpah sebagai Ahli |
Surat Wakil Ketua MA bidang non yudisial terksit kebutuhan Hakim Agung didasarkan adanya amar putusan MK No 53/2016 yang meminta, Pasal 7 huruf b butir 3 UU No. 2009 tentang MA bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang di maknai CHA non karier tidak mempunyai keahlian di bidang hukum tertentu.
Lebih lanjut Pantja Astawa menyebutkan bahwa amar putusan tersebut terlahir dari ratio decidendi (pertimbangan hukum) yang saling mengikat, jadi putusan MK dan pertimbangan hukum tersebut adalah satu kesatuan yang tak terpisahkn dan mengikat secara hukum kepada KY dan MA, ucap Guru Besar UNPAD Bandung yang sudah banyak meloloskan titel S3 Doktor para Hakim Agung tersrebut.
Ketika di tanya oleh kuasa Penggugat apabila KY tetap nekat meloloskan CHA non karier / adhoc yang tidak dibutuhkan oleh MA apa sanksinya kepada KY? Menurut Prof. Pantja, bahwa produk putusan pengumuman hasil seleksi administrasi dan hasil seleksi kualitas yang tidak mengindahkan permitaan MA harus di batalkan oleh PTUN Jakarta.
Pakar Hukum Adiministrasi Negara Prof. DR. Pantja Astawa SH MH bersama Pemimpin Umum Media Digital Online Breaking News Grup, Emil F Simatupang. |
Senada dengan pendapat Dr. HP. Pangabean yang diaminin Prof. Pantja, karena produk awal KTUN 1 dan 2 adalah objek aquo telah cacat sejak awal secara administratif, maka produk putusan pengumuman KTUN selanjutnya hingga pengiriman 4 nama orang CHA di DPR tanggal 10 Januari 2019 berakibat harus dibatalkan oleh PTUN, terlebih bukti pengiriman 4 orang CHA ke DPR tersebut tanpa menggunakan pengumuman resmi kepada publik, tetapi hanya semacam pengiriman surat resmi dan itu menjadi cacat administratif, tandas Prof. Pantja.
Senada dengan mantan hakim agung Dr. HP. Pangbean, ahli Pantja Astawa, Putra terbaik Bali yang juga merupakan Dekan Fak. Hukum UNPADA Bandung itu secara tegas menekankan, mestinya sejak sekarang majelis PTUN harus terlebih dahulu mengeluarkan putusan sela untuk menghentikan proses seleksi CHA ini, namun karena sudah terlanjur CHA yang cacat hukum ini dikirimkan ke DPR, maka satu- satunya solusi terbaik, maka DPR yang merupakan wakil rakyat untuk segera menghentikan sementara proses seleksi CHA ini.
"Jika DPR tetap melakukan proses seleksi CHA sementara proses sidang di PTUN masih berjalan, maka DPR dapat di kualifisir tidak menghargai lembaga hukum (MA) sekaligus telah melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB)." ungkap Pantja yang belakangan sudah menetap tinggal di Tatar Sunda Mojang Priangan itu.
Diakhir penutupan sidang, akhirnya ketua majelis hakim meminta bukti tambahan surat dari Tergugat terkait pengiriman nama 4 orang CHA ke DPR tanpa menggunakan SK Pengumuman seperti layaknya obyek gugatan Penggugat, yakni KTUN 1, 2, 3 semuanya memiliki Pengumuman resmi, bukan hanya semacam surat pengusulan saja ke DPR.
*** Emil F Simatupang.