AMBON - BERITA MALUKU. Komisi A DPRD Maluku memediasi puluhan warga yang berasal dari keluarga Purnawirawan Polri (KPP) dengan pihak Polda Maluku terkait masalah lahan transmigrasi lokal (translok) negeri Kawa, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB).
Pertemuan itu berlangsung di ruang paripurna gedung DPRD Maluku, Karpan, Ambon, dipimpin Ketua Komisi A, Melkias Frans, yang juga dihadiri puluhan Keluarga Purnawirawan Polri, pihak Polda Maluku yang dipimpin Karo Logistik Polda Maluku, Kombes Pol IGK Sudarsana, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan perwakilan Biro Hukum Pemda Maluku, Senin (28/1/2019).
Melkias Frans pada kesempatan itu mengungkapkan, pihaknya akan memafsilitasi masalah lahan translok yang sudah puluhan tahun ditempati keluarga Purnawirawan Polri, namun kini sudah disertifikasi pihak Polda.
Frans menjelaskan, awalnya keluarga Purnawirawan Polri ini mengadu ke komisi A DPRD Maluku dan menjelaskan bahwa orang tua mereka telah menempati lahan tersebut pada era Menhankam Pangab, M. Yusuf sejak tahun 1980an silam, namun akibat konflik 1999 lalu, terpaksa mereka meninggalkan negeri kawa karena tidak ada jaminan keamanan, namun lokasi yang pernah ditinggalkan itu kini telah disertifikasi oleh pihak Polda.
Frans juga menjelaskan, bahwa seharusnya masalah lahan tersebut bisa diselesaikan secara internal dan tak perlu digelar di DPRD.
Juru bicara keluarga Purnawirawan Polri, Belung menjelaskan, tujuan mereka mengadu ke DPRD Maluku karena sudah beberapa kali ingin bertemu Kapolda terkait masalah lahan tersebut, namun tidak berhasil.
"Masalah yang kami hadapi ini sudah emergensi, sehingga kami tidak gila datang ke DPRD untuk mengadu," ungkap Belung.
Menurut Belung, mereka tidak dengan sendirinya tinggal di Desa Kawa tetapi mereka berada di sana karena sudah menjadi program Menhankam/Pangab dan ada surat nomor 24 A/III/1983 tetang penunjukan para purnawirawan Polri Kodak XVI/Maluku untuk pemukiman Polri tahun anggaran 1982/1983 dengan menempati rumah dan berhak mengelola lahan seluas 350 hektare.
"Jadi, surat ini ditetapkan di Ambon pada taggal 11 Maret 1983 oleh Kadapol XVI Maluku, tertanda R. Sukotjo Kolonel Polisi," ungkap Belung.
Menurutnya, dari luas lahan 350 hektar itu, setengah hektar untuk lahan perumahan dan pekarangan, dua hektar untuk lahan pertanian bagi 150 KK yang sudah menetap selama 20 puluh tahun lalu.
"Jadi bukti ada dalam foto peta blok asli dan SK Kadapol maupun nomor rumah, bahkan ada juga sejumlah makam purnawirawan yang telah meninggal," ungkap Belung.
Kabag Info Biro Logistik Polda Maluku, AKBP Samsul Mubagouw menjelaskan, bahwa lahan tersebut masih berstatus quo atas nama Polda Maluku dan sesuai PP nomor 06 tahun 2006 tetang pengelolan aset negara, artinya milik negara atas nama Polri di Polda Maluku tetapi belum diapa-apakan sampai sekarang.
Menurutnya, memang ada komunikasi yang tersumbat. Ia pun menjelaskan, bahwa lahan seluas 350 hektar ini bukan dirampas oleh Polda atau negara. Sehingga itu, dirinya minta agar purnawirawan Polri yang pernah tinggal di sana tolong didata dan nanti ada keputusan pimpinan Polri karena lahan tersebut masih berstatus quo.
Dirinya menjelaskan, pihak Polda punya itikad baik untuk menyelesaikannya dengan warga, tetapi ini sudah menjadi kewenangan Kapolri selaku pengguna anggaran dan bukan lagi Kapolda.
Pertemuan itu berlangsung di ruang paripurna gedung DPRD Maluku, Karpan, Ambon, dipimpin Ketua Komisi A, Melkias Frans, yang juga dihadiri puluhan Keluarga Purnawirawan Polri, pihak Polda Maluku yang dipimpin Karo Logistik Polda Maluku, Kombes Pol IGK Sudarsana, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan perwakilan Biro Hukum Pemda Maluku, Senin (28/1/2019).
Melkias Frans pada kesempatan itu mengungkapkan, pihaknya akan memafsilitasi masalah lahan translok yang sudah puluhan tahun ditempati keluarga Purnawirawan Polri, namun kini sudah disertifikasi pihak Polda.
Frans menjelaskan, awalnya keluarga Purnawirawan Polri ini mengadu ke komisi A DPRD Maluku dan menjelaskan bahwa orang tua mereka telah menempati lahan tersebut pada era Menhankam Pangab, M. Yusuf sejak tahun 1980an silam, namun akibat konflik 1999 lalu, terpaksa mereka meninggalkan negeri kawa karena tidak ada jaminan keamanan, namun lokasi yang pernah ditinggalkan itu kini telah disertifikasi oleh pihak Polda.
Frans juga menjelaskan, bahwa seharusnya masalah lahan tersebut bisa diselesaikan secara internal dan tak perlu digelar di DPRD.
Juru bicara keluarga Purnawirawan Polri, Belung menjelaskan, tujuan mereka mengadu ke DPRD Maluku karena sudah beberapa kali ingin bertemu Kapolda terkait masalah lahan tersebut, namun tidak berhasil.
"Masalah yang kami hadapi ini sudah emergensi, sehingga kami tidak gila datang ke DPRD untuk mengadu," ungkap Belung.
Menurut Belung, mereka tidak dengan sendirinya tinggal di Desa Kawa tetapi mereka berada di sana karena sudah menjadi program Menhankam/Pangab dan ada surat nomor 24 A/III/1983 tetang penunjukan para purnawirawan Polri Kodak XVI/Maluku untuk pemukiman Polri tahun anggaran 1982/1983 dengan menempati rumah dan berhak mengelola lahan seluas 350 hektare.
"Jadi, surat ini ditetapkan di Ambon pada taggal 11 Maret 1983 oleh Kadapol XVI Maluku, tertanda R. Sukotjo Kolonel Polisi," ungkap Belung.
Menurutnya, dari luas lahan 350 hektar itu, setengah hektar untuk lahan perumahan dan pekarangan, dua hektar untuk lahan pertanian bagi 150 KK yang sudah menetap selama 20 puluh tahun lalu.
"Jadi bukti ada dalam foto peta blok asli dan SK Kadapol maupun nomor rumah, bahkan ada juga sejumlah makam purnawirawan yang telah meninggal," ungkap Belung.
Kabag Info Biro Logistik Polda Maluku, AKBP Samsul Mubagouw menjelaskan, bahwa lahan tersebut masih berstatus quo atas nama Polda Maluku dan sesuai PP nomor 06 tahun 2006 tetang pengelolan aset negara, artinya milik negara atas nama Polri di Polda Maluku tetapi belum diapa-apakan sampai sekarang.
Menurutnya, memang ada komunikasi yang tersumbat. Ia pun menjelaskan, bahwa lahan seluas 350 hektar ini bukan dirampas oleh Polda atau negara. Sehingga itu, dirinya minta agar purnawirawan Polri yang pernah tinggal di sana tolong didata dan nanti ada keputusan pimpinan Polri karena lahan tersebut masih berstatus quo.
Dirinya menjelaskan, pihak Polda punya itikad baik untuk menyelesaikannya dengan warga, tetapi ini sudah menjadi kewenangan Kapolri selaku pengguna anggaran dan bukan lagi Kapolda.