Gunung Anak Krakatau (Foto: Istimewa) |
Kepala Sub Bidang Mitigasi Gerakan Tanah PVMBG Agus Solihin mengatakan volume Gunung Anak Krakatau kini menyusut antara 150 sampai 180 juta meter kubik akibat erupsi dan kegempaan vulkanik selama beberapa pekan lalu. Alhasil tubuh gunung kini tersisa sekitar 40 persen dari semula.
"Penyusutan volume itu sampai 60 persen atau dua per tiga dari volume awal," ujar Agus dikutip dari CNN Indonesia, Senin (31/12).
Berkurangnya volume tubuh Gunung Anak Krakatau ini diperkirakan karena adanya proses rayapan tubuh gunung dan disertai tingginya laju erupsi yang terjadi pada 24 hingga 27 Desember.
"Penyusutan volume itu sampai 60 persen atau dua per tiga dari volume awal," ujar Agus dikutip dari CNN Indonesia, Senin (31/12).
Berkurangnya volume tubuh Gunung Anak Krakatau ini diperkirakan karena adanya proses rayapan tubuh gunung dan disertai tingginya laju erupsi yang terjadi pada 24 hingga 27 Desember.
Ia menjelaskan penyusutan volume Anak Krakatau hingga 180 juta meter kubik ke laut itu dipastikan menyisakan tubuh Gunung Anak Krakatau tersisa antara 40 sampai 70 juta meter kubik.
Selain itu, tinggi gunung juga menurun. Berdasarkan analisis visual, Anak Krakatau yang semula tingginya 338 meter, kini terkikis menjadi 110 meter.
Tinggi Anak Krakatau pun menjadi lebih rendah dibandingkan Pulau Sertung. Menurut Agus, tinggi Pulau Sertung yang ada di dekat Anak Krakatau mempunyai tinggi 182 meter.
Selain itu, tinggi gunung juga menurun. Berdasarkan analisis visual, Anak Krakatau yang semula tingginya 338 meter, kini terkikis menjadi 110 meter.
Tinggi Anak Krakatau pun menjadi lebih rendah dibandingkan Pulau Sertung. Menurut Agus, tinggi Pulau Sertung yang ada di dekat Anak Krakatau mempunyai tinggi 182 meter.
Kesaksian Nelayan
Hal ini sesuai dengan kesaksian salah seorang nelayan asal Lampung, Puji, yang menyaksikan detik-detik Anak Krakatau meletus pada 22 Desember 2018 lalu dan memicu gelombang tsunami.
Saat diwawancarai media beberapa waktu lalu, Puji mengaku melihat Anak Krakatau seperti terbelah dua dan longsor. Usai terbelah itu, Anak Krakatau kemudian memuntahkan lahar dam material vulkanik.
"Kami melihat anak GAK itu seperti pecah belah dua, lalu api lahar langsung mencar turun ke laut. Peristiwa itu, sekitar pukul 20.00 WIB," kata Puji.
Saat itu ia bersama belasan nelayan lain sedang mencari ikan di sekitar Gunung Anak Krakatau. Jarak kapal yang ditumpanginya sekitar 2 km dari gunung atau berada dalam batas aman saat gunung api itu berstatus waspada atau level II. Belakangan setelah menyebabkan tsunami dan terus erupsi, statusnya dinaikkan menjadi siaga atau level III.
Berselang lima menit kemudian, tiba-tiba gelombang tinggi tsunami datang dan langsung menerjang perahu yang ditumpangi bersama nelayan lainnya.
Gulungan ombak datang tak cuma sekali, tapi sampai tiga kali. Hantaman ombak pertama membuat perahu-perahu nelayan oleng dan hilang kendali. Sementara terjangan gelombang kedua, membuat semua nelayan tercebur ke laut karena perahu terbalik.
"Hantaman ketiga itu, tingginya 10 sampai 12 meter. Saat itulah kami semua langsung terbawa arus ombak dan terpencar hingga tak tahu lagi arahnya kemana," kata Puji. (**)
Hal ini sesuai dengan kesaksian salah seorang nelayan asal Lampung, Puji, yang menyaksikan detik-detik Anak Krakatau meletus pada 22 Desember 2018 lalu dan memicu gelombang tsunami.
Saat diwawancarai media beberapa waktu lalu, Puji mengaku melihat Anak Krakatau seperti terbelah dua dan longsor. Usai terbelah itu, Anak Krakatau kemudian memuntahkan lahar dam material vulkanik.
"Kami melihat anak GAK itu seperti pecah belah dua, lalu api lahar langsung mencar turun ke laut. Peristiwa itu, sekitar pukul 20.00 WIB," kata Puji.
Saat itu ia bersama belasan nelayan lain sedang mencari ikan di sekitar Gunung Anak Krakatau. Jarak kapal yang ditumpanginya sekitar 2 km dari gunung atau berada dalam batas aman saat gunung api itu berstatus waspada atau level II. Belakangan setelah menyebabkan tsunami dan terus erupsi, statusnya dinaikkan menjadi siaga atau level III.
Berselang lima menit kemudian, tiba-tiba gelombang tinggi tsunami datang dan langsung menerjang perahu yang ditumpangi bersama nelayan lainnya.
Gulungan ombak datang tak cuma sekali, tapi sampai tiga kali. Hantaman ombak pertama membuat perahu-perahu nelayan oleng dan hilang kendali. Sementara terjangan gelombang kedua, membuat semua nelayan tercebur ke laut karena perahu terbalik.
"Hantaman ketiga itu, tingginya 10 sampai 12 meter. Saat itulah kami semua langsung terbawa arus ombak dan terpencar hingga tak tahu lagi arahnya kemana," kata Puji. (**)