Wakil Ketua KPK Alexander Marwata |
Jakarta, Info Breaking News – Terhitung hingga hari ini, sudah ada 21 hakim yang berhasil dtangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menanggapi hal ini, KPK secara tegas meminta kepada Mahkamah Agung untuk memperbaiki pengendalian internal mereka pasca ditangkapnya dua hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK hari Selasa (27/11/2018) lalu.
"Kami sudah menggandeng BPKP untuk melakukan audit operasional terhadap beberapa pengadilan yang kami anggap cukup representatif, bahwa pengendalian internal seha-rusnya bisa mencegah tindak pidana korupsi di pengadilan yang umumnya terkait suap. Itu yang sebetulnya kami ingin dorong untuk MA bisa memperbaiki diri," tutur Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Jumat (30/11/2018).
"Persoalannya, menurut kami, terkait integritas hakim tersebut. Hakim sudah ada perbaikan kesejahteraan karena untuk jajaran penegak hukum, penghasilan hakim lebih baik daripada aparat penegak hukum lain, baik kepolisian maupun kejaksaan," imbuhnya.
Sementara itu, juru bicara MA Suhadi menjelaskan pihaknya akan mengevaluasi Ketua PN Jakarta Selatan Arifin beserta Ketua PN Jakarta Timur Sumino terkait keterlibatan mereka dalam kasus dugaan praktik suap.
"Akan dievaluasi Badan Pengawas MA, apakah pimpinan dari pengadilan tersebut sudah sesuai atau tidak dengan Peraturan MA No 8 Tahun 2016. Dia mempunyai kewajiban untuk membina dan mengawasi para anggotanya," ucapnya saat ditemui di Gedung MA.
Perma No 8/2016 sendiri mengatur pengawasan dan pembinaan atasan langsung di lingkungan MA dan peradilan di bawahnya.
Meski kerap kali kecolongan Suhadi kukuh menyebut bahwa sistem pengawasan di lembaganya sudah berjalan seperti diterbitkannya sejumlah peraturan internal, yakni Perma No 7, 8, dan 9 yang terbit pada 2016. Setelah Perma itu dikeluarkan masih terjadi kasus, dikeluarkan Maklumat Ketua MA No 1 Tahun 2017.
"Aturan-aturan itu dibuat karena kami tidak ada menoleransi pelanggaran. MA melakukan reformasi secara terus-menerus terhadap badan peradilan," ujarnya.
Di lain pihak, Kepala Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Bivitri Susanti beropini bahwa MA seharusnya lebih keras dalam menangani persoalan korupsi di lembaga itu.
Di lain pihak, Kepala Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Bivitri Susanti beropini bahwa MA seharusnya lebih keras dalam menangani persoalan korupsi di lembaga itu.
"Berarti (selalu berulang kasus OTT) memang belum ada langkah konkret (perbaikan) yang ditempuh," tandasnya.
Diketahui baru-baru ini KPK menetapkan dua hakim, yaitu Iswahyudi Widodo dan Irwan sebagai tersangka penerima suap bersama panitera Muhammad Ramadhan karena diduga menerima suap 47 ribu dolar Singapura (sekitar Rp500 juta) dan Rp150 juta dari advokat Arif Fitrawan (AF) dan seorang pihak swasta Martin P Silitonga (MPS).
Suap itu diduga untuk memengaruhi putusan perkara perdata terkait dengan pembatalan perjanjian akuisisi PT Citra Lampia Mandiri (CLM) oleh PT Asia Pacific Mining Resources (APMR). ***Juenda