BERITA MALUKU. Sejumlah pegawai pada empat kantor milik pemerintah di lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buru Selatan (Bursel) takut masuk kantor karena takut terkena denda adat oleh masyarakat Adat Buru Selatan. Pasalnya kantor instansi pemerintah daerah ini disasi adat oleh masyarakat adat setempat.
Aksi sasi adat ini dilakukan oleh oknum pemilik lahan dimana empat bagunan kantor pemerintah tersebut berdiri.
Pantauan media ini, Rabu (26/9), di hari kedua kantor disasi tak ada satupun pegawai yang datang berkantor lantaran pintu kantor mereka disasi dengan kain adat warga Buuru Selatan yang dinamakan 'ivutin' yang dikaitkan pada setiap pintu kantor.
Kantor–kantor yang disasi antara lain, kantor Dinas Koperasi dan UKM, Kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Kantor Dinas Sosial dan Kantor Inspektorat. Empat Kantor ini disasi oleh keluarga Hutang Nurlatu yang disebut-ebut sebagai tuan tanah.
Ianformasi yang diterima, lahan seluas 2 hektar yang digunakan oleh pemda Bursel ini disebut sejak 2015 hingga sekarang belum juga dibayar maupun dilakukan pembayaran ganti rugi tanah dan tanaman di atasnya sehingga tuan tanah tersebut menutup lokasi perkantoran tersebut.
Terhadap persoalan ini, Pemerintah Kabupaten Buru Selatan terus melakukan pendekatan persuasif kepada pemilik lahan – keluarga Hutang Nurlatu yang melakukan penyegelan atau sasi adat terhadap empat kantor tersebut.
Akibat penyegelan kantor yang dilekukan sejak Sabtu (22/9) lalu itu mengakibatkan aktivitas perkantoran dan pelayanan kepada masyarakat di empat kantor itu lumpuh total.
"Sampai saat ini kita masih menggunakan pendekatan persuasif kepada pemilik lahan yang melakukan penyegelan terhadap empat kantor milik Pemkab Bursel itu," jelas Sekda Bursel Syharoel Pawa kepada wartawan di ruang kerjanya.
Dikatakan, yang jelas masalah lahan yang dimana empat kantor milik Pemkab Bursel itu sudah diselesaikan atau telah dibayar lunas dan tidak ada persoalan lagi.
Jelasnya bahwa, bukti terkait pembayaran lahan tersebut lanjut Sekda ada, bukti lahan itu dibeli sampai sekarang masih ada. Kata Sekda, orang yang menjadi saksi terkait dengan pembelian lahan itu sampai sekarang masih ada.
"Kita telah membayar dana sebesar Rp 60 juta kepada pemilik lahan . Empat kantor milik pemerintah itu telah dibangun sejak tahun 2011. Masa baru sekarang ini mereka lakukan komplain terkait lahan itu. Kenapa saat bangun, tidak dilakukan penyegelan.
"Sekarang baru dilakukan penyegelan ada apa ini. Kenapa 7 atau 6 tahun lalu tidak disegel, tetapi sekarang baru disegel. Pemerintahan sudah jalan bertahun-tahun baru melakukan penyegelan, ini kan lucu," kesalnya.
Sekda mengaku pihaknya terpaksa menggunakan pendekatan persuasif, karena penyegelan dilakukan dengan menggunakan simbol-simbol adat.
"Kita tidak bisa pakai tindakan kekerasan karena penyegelan dilakukan pakai simbol-simbol adat Buru. Kita upayakan lewat jalur persuasif, karena proses pemerintahan di empat kantor milik pemerintah itu tetap harus dijalankan," jelas Sekda.
Pemkab Bursel lanjut dia, akan berupaya untuk mencari bukti pembayaran terhadap lahan yang di atasnya telah dibangun empat kantor itu.
"Bukti pembayarannya ada. Tetapi karena saat pindah kantor dari kantor lama ke baru, mungkin ada tercecer. Kita upayakan bukti harus didapat sehingga bisa ditunjukan kepada pemilik lahan tersebut," pungkasnya. (AZMI)
Aksi sasi adat ini dilakukan oleh oknum pemilik lahan dimana empat bagunan kantor pemerintah tersebut berdiri.
Pantauan media ini, Rabu (26/9), di hari kedua kantor disasi tak ada satupun pegawai yang datang berkantor lantaran pintu kantor mereka disasi dengan kain adat warga Buuru Selatan yang dinamakan 'ivutin' yang dikaitkan pada setiap pintu kantor.
Kantor–kantor yang disasi antara lain, kantor Dinas Koperasi dan UKM, Kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Kantor Dinas Sosial dan Kantor Inspektorat. Empat Kantor ini disasi oleh keluarga Hutang Nurlatu yang disebut-ebut sebagai tuan tanah.
Ianformasi yang diterima, lahan seluas 2 hektar yang digunakan oleh pemda Bursel ini disebut sejak 2015 hingga sekarang belum juga dibayar maupun dilakukan pembayaran ganti rugi tanah dan tanaman di atasnya sehingga tuan tanah tersebut menutup lokasi perkantoran tersebut.
Terhadap persoalan ini, Pemerintah Kabupaten Buru Selatan terus melakukan pendekatan persuasif kepada pemilik lahan – keluarga Hutang Nurlatu yang melakukan penyegelan atau sasi adat terhadap empat kantor tersebut.
Akibat penyegelan kantor yang dilekukan sejak Sabtu (22/9) lalu itu mengakibatkan aktivitas perkantoran dan pelayanan kepada masyarakat di empat kantor itu lumpuh total.
"Sampai saat ini kita masih menggunakan pendekatan persuasif kepada pemilik lahan yang melakukan penyegelan terhadap empat kantor milik Pemkab Bursel itu," jelas Sekda Bursel Syharoel Pawa kepada wartawan di ruang kerjanya.
Dikatakan, yang jelas masalah lahan yang dimana empat kantor milik Pemkab Bursel itu sudah diselesaikan atau telah dibayar lunas dan tidak ada persoalan lagi.
Jelasnya bahwa, bukti terkait pembayaran lahan tersebut lanjut Sekda ada, bukti lahan itu dibeli sampai sekarang masih ada. Kata Sekda, orang yang menjadi saksi terkait dengan pembelian lahan itu sampai sekarang masih ada.
"Kita telah membayar dana sebesar Rp 60 juta kepada pemilik lahan . Empat kantor milik pemerintah itu telah dibangun sejak tahun 2011. Masa baru sekarang ini mereka lakukan komplain terkait lahan itu. Kenapa saat bangun, tidak dilakukan penyegelan.
"Sekarang baru dilakukan penyegelan ada apa ini. Kenapa 7 atau 6 tahun lalu tidak disegel, tetapi sekarang baru disegel. Pemerintahan sudah jalan bertahun-tahun baru melakukan penyegelan, ini kan lucu," kesalnya.
Sekda mengaku pihaknya terpaksa menggunakan pendekatan persuasif, karena penyegelan dilakukan dengan menggunakan simbol-simbol adat.
"Kita tidak bisa pakai tindakan kekerasan karena penyegelan dilakukan pakai simbol-simbol adat Buru. Kita upayakan lewat jalur persuasif, karena proses pemerintahan di empat kantor milik pemerintah itu tetap harus dijalankan," jelas Sekda.
Pemkab Bursel lanjut dia, akan berupaya untuk mencari bukti pembayaran terhadap lahan yang di atasnya telah dibangun empat kantor itu.
"Bukti pembayarannya ada. Tetapi karena saat pindah kantor dari kantor lama ke baru, mungkin ada tercecer. Kita upayakan bukti harus didapat sehingga bisa ditunjukan kepada pemilik lahan tersebut," pungkasnya. (AZMI)