BERITA MALUKU. Berbagai insan media online dalam forum diskusi media yang diselenggarakan SMCE (Social Media for Civic Education) mendeklarasikan perlawanan terhadap hoaks dan politisasi SARA.
Siaran pers Info Komunikonten kepada media ini, Selasa (27/3/2018) menyebutkan, Deklarasi tersebut diadakan dalam diskusi bertajuk "Menakar Upaya Konkrit Media Online dalam Melawan Hoaks dan Politisasi SARA untuk Persatuan NKRI". Hadir sebagai narasumber: Auri Jaya (Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia), Jodhi Yudono (Ketua Umum Ikatan Wartawan Online), AKBP Bayu (Unit V Cyber Crime Bareskrim Mabes Polri), dan Hariqo Wibawa Satria (Direktur Eksekutif Komunikonten/Institut Media Sosial dan Diplomasi).
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Social Media for Civic Education (SMCE) di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih No 32-24, Gambir, Jakarta Pusat, pada Senin 26 Maret 2018, pukul 14.00 – 17.30 WIB.
Dalam paparannya, Auri Jaya, Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) mengatakan bahwa media online di bawah SMSI tidak pernah memproduksi berita hoaks, sumber berita SMSI jelas, kami juga rutin berkoordinasi dengan Dewan Pers. "Saat ini SMSI memiliki anggota sekitar 300 media online di seluruh Indonesia, sesama kami saling mengingatkan dalam memproduksi berita. Jika kita perhatikan sumber hoaks adalah dari media sosial bukan media online, namun demikian diskusi ini mengingatkan kami agar terus waspada dan semakin teliti," papar Auri Jaya.
Pembicara lainnya dari Unit V Cyber Crime Bareskrim Mabes Polri, AKBP Bayu mengatakan hoaks memecah belah bangsa kita, dan kami sudah melakukan tindakan tegas dengan menangkap pelakunya. Kemudian, Bayu meluruskan informasi hoaks yang mengatakan bahwa polisi hanya menangkap pelaku yang muslim. "Itu hoaks, kami juga menangkap pelaku non muslim yang menghina agama Islam dan para Ulama, kami mengimbau agar kita semua lebih hati-hati dengan hoaks," ujar AKBP Bayu.
Sementara itu, Jodhi Yudono (Ketua Umum Ikatan Wartawan Online) dalam presentasinya mengingatkan para wartawan harus merdeka, artinya beritanya harus bebas dari intervensi politisi, pengusaha, dan kekuatan lainnya. Jodhi Yudono juga mengajak generasi muda membaca dan belajar dari riwayat hidup wartawan senior Almarhum Adinegoro.
"Hampir setiap minggu, saya bersama teman-teman ke daerah melantik kepengurusan baru IWO, waktu ke daerah kami manfaatkan untuk belajar bersama. Saya mewakili IWO juga meminta masyarakat jangan sungkan mengkritik IWO, kami sangat terbuka, karena kritik-kritik tersebut akan menjadikan IWO lebih baik. Saya juga mengingatkan masyarakat bisa hilang kepercayaannya terhadap pers, jika pers membuat hoaks atau pers terkooptasi oleh kekuatan politik tertentu. Karena itu kritik-kritik dari masyarakat harus benar-benar diperhatikan oleh organisasi wartawan manapun," ujar Jodhi Yudono.
Narasumber lainnya yaitu pengamat media sosial dari Komunikonten, Hariqo Wibawa Satria mengatakan bahwa produsen hoaks memanfaatkan fasilitas iklan media sosial utamanya di facebook untuk menyebarkan hoaks, celakanya sistem facebook tidak selalu berhasil mengetahui kebenaran konten yang mereka sebarkan, artinya facebook juga ikut menyebarkan hoaks lewat iklan berbayarnya.
Hariqo juga memberikan beberapa rekomendasi menghadapi hoaks dan politisasi agama, di antaranya: 1) Memanggil dan meminta keterangan pengusaha media sosial terkait sistem keamanan dan kenetralannya; 2) mengoptimalkan potensi masyarakat dalam memproduksi konten yang benar dan bermanfaat dengan mengadakan berbagai lomba, penugasan, penghargaan, dll; 3) Membentuk komisi pengawasan internet, memberikan penghargaan untuk media online yang paling kredibel dan pengguna media sosial yang konsen mengkampanyekan internet untuk mencerdaskan bangsa; 4) Moratorium pembuatan akun media sosial untuk sementara waktu; 5) Mengubah term of use saat seseorang membuat akun di internet dalam format tanya jawab; 6) Penegakan hukum yang adil baik bagi pengguna media sosial maupun pengusaha media sosial.
Hariqo juga menambahkan bahwa bangsa lain sudah sangat serius memanfaatkan media sosial untuk kepentingan nasionalnya. "Bangsa-bangsa di dunia sudah memaksimalkan media sosial untuk kepentingan nasionalnya dengan efektif. Bacalah Korea Selatan, Amerika, Inggris, Turki, India, dan China. Mengapa kita tertinggal, jangan sampai media sosial kita gunakan untuk saling memfitnah, dan melakukan penyalahgunaan isu SARA. Kapan Indonesia akan maju jika trend ini diteruskan, bangsa lain terus berlari, kita terus berdebat tentang hal-hal yang sudah diputuskan dengan susah payah oleh para pendiri NKRI ini," pungkas Hariqo dalam presentasinya.
Setelah diskusi, seluruh narasumber dan peserta membacakan deklarasi sebagai berikut: 1) Kami berkomitmen menjadi keutuhan NKRI yang berdasarkan Pancasila, merawat keberagaman, mengembangkan budaya hidup toleransi; 2) Menolak segala bentuk hoaks, ujaran kebencian, politisasi agama, perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum, ajaran agama, dan nilai-nilai luhur dalam masyarakat; 3) Menolak segala bentuk penyalahgunaan politik identitas dalam Pilkada, Pileg, Pilpres, dan segala bentuk kontestasi politik lainnya, apalagi melakukan politisasi SARA yang tentunya bertentangan dengan semangat demokrasi; 4) mengajak kepada masyarakat untuk tidak memproduksi dan menyebarkan ujaran kyebencian, hoaks, politisasi SARA. Masyarakat juga diharapkan bergotong-royong melawan ujaran kebencian, hoaks, politisasi SARA lewat media sosial secara cerdas dan bertanggungjawab, Jakarta, 26 Maret 2018, Ahmad Rouf (Direktur Eksekutif SMCE).
Siaran pers Info Komunikonten kepada media ini, Selasa (27/3/2018) menyebutkan, Deklarasi tersebut diadakan dalam diskusi bertajuk "Menakar Upaya Konkrit Media Online dalam Melawan Hoaks dan Politisasi SARA untuk Persatuan NKRI". Hadir sebagai narasumber: Auri Jaya (Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia), Jodhi Yudono (Ketua Umum Ikatan Wartawan Online), AKBP Bayu (Unit V Cyber Crime Bareskrim Mabes Polri), dan Hariqo Wibawa Satria (Direktur Eksekutif Komunikonten/Institut Media Sosial dan Diplomasi).
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Social Media for Civic Education (SMCE) di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih No 32-24, Gambir, Jakarta Pusat, pada Senin 26 Maret 2018, pukul 14.00 – 17.30 WIB.
Dalam paparannya, Auri Jaya, Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) mengatakan bahwa media online di bawah SMSI tidak pernah memproduksi berita hoaks, sumber berita SMSI jelas, kami juga rutin berkoordinasi dengan Dewan Pers. "Saat ini SMSI memiliki anggota sekitar 300 media online di seluruh Indonesia, sesama kami saling mengingatkan dalam memproduksi berita. Jika kita perhatikan sumber hoaks adalah dari media sosial bukan media online, namun demikian diskusi ini mengingatkan kami agar terus waspada dan semakin teliti," papar Auri Jaya.
Pembicara lainnya dari Unit V Cyber Crime Bareskrim Mabes Polri, AKBP Bayu mengatakan hoaks memecah belah bangsa kita, dan kami sudah melakukan tindakan tegas dengan menangkap pelakunya. Kemudian, Bayu meluruskan informasi hoaks yang mengatakan bahwa polisi hanya menangkap pelaku yang muslim. "Itu hoaks, kami juga menangkap pelaku non muslim yang menghina agama Islam dan para Ulama, kami mengimbau agar kita semua lebih hati-hati dengan hoaks," ujar AKBP Bayu.
Sementara itu, Jodhi Yudono (Ketua Umum Ikatan Wartawan Online) dalam presentasinya mengingatkan para wartawan harus merdeka, artinya beritanya harus bebas dari intervensi politisi, pengusaha, dan kekuatan lainnya. Jodhi Yudono juga mengajak generasi muda membaca dan belajar dari riwayat hidup wartawan senior Almarhum Adinegoro.
"Hampir setiap minggu, saya bersama teman-teman ke daerah melantik kepengurusan baru IWO, waktu ke daerah kami manfaatkan untuk belajar bersama. Saya mewakili IWO juga meminta masyarakat jangan sungkan mengkritik IWO, kami sangat terbuka, karena kritik-kritik tersebut akan menjadikan IWO lebih baik. Saya juga mengingatkan masyarakat bisa hilang kepercayaannya terhadap pers, jika pers membuat hoaks atau pers terkooptasi oleh kekuatan politik tertentu. Karena itu kritik-kritik dari masyarakat harus benar-benar diperhatikan oleh organisasi wartawan manapun," ujar Jodhi Yudono.
Narasumber lainnya yaitu pengamat media sosial dari Komunikonten, Hariqo Wibawa Satria mengatakan bahwa produsen hoaks memanfaatkan fasilitas iklan media sosial utamanya di facebook untuk menyebarkan hoaks, celakanya sistem facebook tidak selalu berhasil mengetahui kebenaran konten yang mereka sebarkan, artinya facebook juga ikut menyebarkan hoaks lewat iklan berbayarnya.
Hariqo juga memberikan beberapa rekomendasi menghadapi hoaks dan politisasi agama, di antaranya: 1) Memanggil dan meminta keterangan pengusaha media sosial terkait sistem keamanan dan kenetralannya; 2) mengoptimalkan potensi masyarakat dalam memproduksi konten yang benar dan bermanfaat dengan mengadakan berbagai lomba, penugasan, penghargaan, dll; 3) Membentuk komisi pengawasan internet, memberikan penghargaan untuk media online yang paling kredibel dan pengguna media sosial yang konsen mengkampanyekan internet untuk mencerdaskan bangsa; 4) Moratorium pembuatan akun media sosial untuk sementara waktu; 5) Mengubah term of use saat seseorang membuat akun di internet dalam format tanya jawab; 6) Penegakan hukum yang adil baik bagi pengguna media sosial maupun pengusaha media sosial.
Hariqo juga menambahkan bahwa bangsa lain sudah sangat serius memanfaatkan media sosial untuk kepentingan nasionalnya. "Bangsa-bangsa di dunia sudah memaksimalkan media sosial untuk kepentingan nasionalnya dengan efektif. Bacalah Korea Selatan, Amerika, Inggris, Turki, India, dan China. Mengapa kita tertinggal, jangan sampai media sosial kita gunakan untuk saling memfitnah, dan melakukan penyalahgunaan isu SARA. Kapan Indonesia akan maju jika trend ini diteruskan, bangsa lain terus berlari, kita terus berdebat tentang hal-hal yang sudah diputuskan dengan susah payah oleh para pendiri NKRI ini," pungkas Hariqo dalam presentasinya.
Setelah diskusi, seluruh narasumber dan peserta membacakan deklarasi sebagai berikut: 1) Kami berkomitmen menjadi keutuhan NKRI yang berdasarkan Pancasila, merawat keberagaman, mengembangkan budaya hidup toleransi; 2) Menolak segala bentuk hoaks, ujaran kebencian, politisasi agama, perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum, ajaran agama, dan nilai-nilai luhur dalam masyarakat; 3) Menolak segala bentuk penyalahgunaan politik identitas dalam Pilkada, Pileg, Pilpres, dan segala bentuk kontestasi politik lainnya, apalagi melakukan politisasi SARA yang tentunya bertentangan dengan semangat demokrasi; 4) mengajak kepada masyarakat untuk tidak memproduksi dan menyebarkan ujaran kyebencian, hoaks, politisasi SARA. Masyarakat juga diharapkan bergotong-royong melawan ujaran kebencian, hoaks, politisasi SARA lewat media sosial secara cerdas dan bertanggungjawab, Jakarta, 26 Maret 2018, Ahmad Rouf (Direktur Eksekutif SMCE).