Manager PKPA saat menyampaikan sambutan | Foto : Ferry Harefa |
Gunungsitoli, - Anak yang berkonflik dengan Hukum tidak selamanya berakhir dengan Hukuman Penjara untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Hal itu disampaikan oleh Manajer Kantor Cabang Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Nias, Chairidani Punamawati usai pelaksanaan Deseminasi Draft SOP dan SK Forum Berbasis Kearifan Lokal di Kota Gunungsitoli bertempat di Aula Hotel Nias Pelace, Selasa (27/2/2018).
Dikatakannya bahwa sesungguhnya justru pihak pemerintahlah yang memiliki peranan aktif dalam menangani kasus anak yang berkonflik dengan hukum (AKH) dimana anak berperan sebagai pelaku.
"Berdasarkan UU No. 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak menyatakan bahwa sesungguhnya justru pemerintah daerahlah yang mempunyai porsi terbesar dalam melayani dan menangani kasus anak yang berkonflik dengan hukum," ujarnya.
Lebih jauh dia juga menambahkan bahwa berdasarkan kondisi tersebut, maka untuk mendukung mewujudkan hal itu, maka PKPA Nias berinisiasi menggagas pembentukan SOP dan SK forum Diversi yang berbasis kearifan lokal.
"Tujuannya ialah agar pemerintah daerah mengambil suatu langkah untuk memunculkan program perlindungan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum. Dengan memulai langkah awal yakni pengesahan SOP dan SK Diversi yang berbasis kearifan lokal. Sehingga pihak-pihak yang terkait juga bisa menjalankan perannya masing-masing," harapnya.
Selain itu, dia juga menegaskan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum tidak selamanya harus berhadapan dengan pihak kepolisian yang kemudian anak tersebut dihukum penjara.
"Anak yang memenuhi syarat untuk mendapatkan diversi maka harus diberikan oleh pihak kepolisian. Kita juga harus tahu bahwa proses pemberian diversi ini bukanlah hal yang mudah, semua butuh waktu dan tenaga ekstra dari pihak kepolisian untuk mewujudkannya. Yang jelas kita akan terus jalin kerjasama karena sesungguhnya pihak kepolisianlah yang menjadi mediator dalam pelaksanaan musyawarah diversi antara pihak pelaku dan juga korban," ujarnya.
Tidak hanya itu, dia juga memberi pemahaman bahwa anak yang telah mendapatkan diversi bukan berarti tidak mendapat hukuman.
"Anak yang telah mendapatkan perlakuan diversi tetap akan diberi hukuman yang berupa upaya menciptakan efek jera yang bersifat pembinaan terhadap anak. Sehingga anak menyadari perbuatanya dan tidak mengulanginya lagi. Selain itu akan ada kesan bahwa hak-hak anak tersebut tidak terampas," tuturnya mengakhiri. (Ferry Harefa)