Tolak Ahli Waris Albatros Matulessy, Muskita Tepis Jual Lahan kepada Nusawakan
BERITA MALUKU. Salah satu Ahli waris dari keturunan Simon Latumalea, sebagai pemilik sah atas lahan eks Hotel Anggrek, Marthen Muskitta menolak dengan tegas ahli waris keturunan Albatross Matulessy sebagai salah satu dari pemilik lahan yang berlokasi di kelurahan Batu Gajah tersebut.
Dari pengakuan Muskitta dalam sidang penyerobotan lahan eks Hotel Anggrek yang berlansung di PN Ambon, Senin (30/10/2017) lalu, Muskita membeberkan keterlibatan Albatross Matulessy pada lahan tersebut adalah terjadi akibat kuasa dari neneknya, Maria Latumalea.
Selain itu, Muskitta juga menolak pernyatan yang disampaikan oleh kuasa hukum, Buce Likumahua, Semmy Waileruny, yang menyatakan bahwa pengajuan eksekusi lahan eks hotel Anggrek pada tahun 2011, adalah karena berdasarkan permohonan dari Karel Muskitta dan Albatross Matulessy.
Menurut Muskitta, saat memberikan kesaksian dalam sidang yang dipimpin oleh hakim ketua Jimmy Wally dan Hakim Anggota R.A Didiek Ismiatun itu, bahwa saat eksekusi lahan Eks Hotel Anggrek pada tahun 2011, tersangka Buce Likumahuua tidak pernah berproses, karena itu tidak dianggap sebagai ahli waris.
Kasus penyerobotan lahan eks Hotel Anggrek yang berlokasi di Kelurahan Batu Gajah ini, bergulir ke meja hijau setelah Marthen Muskita sebagai ahli waris keturunan Simon Latumalea, memperkarakan, Buce Likumahua keturunan Albatros Matulessy dan Jacobis Nusawakan, sebagai pemilik sekaligus kepala sekolah SMA Gema 7 Ambon.
Seperti diketahui, sekolah SMA Gema 7 dari Yayasan Gema 7, gedungnya menempati sebidang tanah dari lahan eks Hotel Anggrek.
Dari informasi yang berhasil dihimpun, sekolah SMA Gema 7 mulai menempati lahan tersebut sejak tahun 2003, setelah mendapat ijin dari keluarga Muskitta. Bahkan saat ekseskusi lahan tahun 2011 lalu, sekolah tersebut terbebas dari eksekusi.
Dalam sidang yang mengagendakan mendengar keterangan saksi ini, saksi Muskitta mengaku beberapa kali mengambil uang dari Jacobis Nusawakan, pemilik SMA Gema 7, tetapi Muskitta menolak tudingan bahwa dirinya telah menjual lahan yang ditempati sekolah tersebut kepada tersangka Jacobis Nusawakan.
Bahkan dari sejumlah kuitansi yang diperlihatkan oleh Kuasa Hukum Bob dan Buce yang terdapat tandatangan saksi, tidak diakui oleh Muskitta. Muskita mengaku pernah menandatangani kwitansi kosong yang disodorkan Nusawakan.
Secara gamblang Muskitta menyatakan, bahwa kontribusi yang diberikan Jacobis Nusawakan kepadanya hanyalah sekedar untuk ongkos tiket.
Dalam sidang juga terungkap, bahwa tersangka Jacobis Nusawakan pernah membuat surat pernyaaan akan meninggalkan lahan tersebut, setelah sekolahnya yang sementara dibangun di daerah gunung Nona rampung.
Sementara itu secara terpisah, Jacobis Nusawakan yang ditemui Berita Maluku Online pada Rabu (1/11/2017) menyatakan, menolak jika kasusnya ini dikategorikan kasus penyerobotan lahan dengan pasal 167 KUHP.
"Kasus penyerobotan lahan yang disidangkan kemarin tidak melibatkan sekolah," ungkapnya.
Nusawakan juga membeberkan, keberadaabn sekolah tersebut adalah berdasarkan kwitansi pembelian dari Marthen Muskita, selain itu juga atas ijin dari Buce Likumahua yang belakangan juga pernah menunjukan surat-surat kepemilikan atas tanah tersebut kepada kepala sekolah itu. (Nik)
BERITA MALUKU. Salah satu Ahli waris dari keturunan Simon Latumalea, sebagai pemilik sah atas lahan eks Hotel Anggrek, Marthen Muskitta menolak dengan tegas ahli waris keturunan Albatross Matulessy sebagai salah satu dari pemilik lahan yang berlokasi di kelurahan Batu Gajah tersebut.
Dari pengakuan Muskitta dalam sidang penyerobotan lahan eks Hotel Anggrek yang berlansung di PN Ambon, Senin (30/10/2017) lalu, Muskita membeberkan keterlibatan Albatross Matulessy pada lahan tersebut adalah terjadi akibat kuasa dari neneknya, Maria Latumalea.
Selain itu, Muskitta juga menolak pernyatan yang disampaikan oleh kuasa hukum, Buce Likumahua, Semmy Waileruny, yang menyatakan bahwa pengajuan eksekusi lahan eks hotel Anggrek pada tahun 2011, adalah karena berdasarkan permohonan dari Karel Muskitta dan Albatross Matulessy.
Menurut Muskitta, saat memberikan kesaksian dalam sidang yang dipimpin oleh hakim ketua Jimmy Wally dan Hakim Anggota R.A Didiek Ismiatun itu, bahwa saat eksekusi lahan Eks Hotel Anggrek pada tahun 2011, tersangka Buce Likumahuua tidak pernah berproses, karena itu tidak dianggap sebagai ahli waris.
Kasus penyerobotan lahan eks Hotel Anggrek yang berlokasi di Kelurahan Batu Gajah ini, bergulir ke meja hijau setelah Marthen Muskita sebagai ahli waris keturunan Simon Latumalea, memperkarakan, Buce Likumahua keturunan Albatros Matulessy dan Jacobis Nusawakan, sebagai pemilik sekaligus kepala sekolah SMA Gema 7 Ambon.
Seperti diketahui, sekolah SMA Gema 7 dari Yayasan Gema 7, gedungnya menempati sebidang tanah dari lahan eks Hotel Anggrek.
Dari informasi yang berhasil dihimpun, sekolah SMA Gema 7 mulai menempati lahan tersebut sejak tahun 2003, setelah mendapat ijin dari keluarga Muskitta. Bahkan saat ekseskusi lahan tahun 2011 lalu, sekolah tersebut terbebas dari eksekusi.
Dalam sidang yang mengagendakan mendengar keterangan saksi ini, saksi Muskitta mengaku beberapa kali mengambil uang dari Jacobis Nusawakan, pemilik SMA Gema 7, tetapi Muskitta menolak tudingan bahwa dirinya telah menjual lahan yang ditempati sekolah tersebut kepada tersangka Jacobis Nusawakan.
Bahkan dari sejumlah kuitansi yang diperlihatkan oleh Kuasa Hukum Bob dan Buce yang terdapat tandatangan saksi, tidak diakui oleh Muskitta. Muskita mengaku pernah menandatangani kwitansi kosong yang disodorkan Nusawakan.
Secara gamblang Muskitta menyatakan, bahwa kontribusi yang diberikan Jacobis Nusawakan kepadanya hanyalah sekedar untuk ongkos tiket.
Dalam sidang juga terungkap, bahwa tersangka Jacobis Nusawakan pernah membuat surat pernyaaan akan meninggalkan lahan tersebut, setelah sekolahnya yang sementara dibangun di daerah gunung Nona rampung.
Sementara itu secara terpisah, Jacobis Nusawakan yang ditemui Berita Maluku Online pada Rabu (1/11/2017) menyatakan, menolak jika kasusnya ini dikategorikan kasus penyerobotan lahan dengan pasal 167 KUHP.
"Kasus penyerobotan lahan yang disidangkan kemarin tidak melibatkan sekolah," ungkapnya.
Nusawakan juga membeberkan, keberadaabn sekolah tersebut adalah berdasarkan kwitansi pembelian dari Marthen Muskita, selain itu juga atas ijin dari Buce Likumahua yang belakangan juga pernah menunjukan surat-surat kepemilikan atas tanah tersebut kepada kepala sekolah itu. (Nik)