BERITA MALUKU. Pemerintah provinsi Maluku hingga saat ini masih tergantung pada kucuran dana dari pemerintah Pusat untuk membangun infrastruktur di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat (PUPR).
"Maluku masih bergantung dengan alokasi anggaran dari pemerintah pusat untuk membangun sarana dan prasarana infrastruktur di bidang PUPR maupun sektor lainnya," kata Wakil Gubernur Maluku, Zeth Sahuburua saat membuka workshop regulasi dan kebijakan pola pembiayaan investasi infrastruktur bidang PUPR, di Ambon, Rabu (30/8/2017).
Pemprov Maluku, kata Wagub, saat ini masih berharap investasi pemerintah untuk percepatan pembangunan sarana infrastruktur, sedangkan investasi swasta belum terlalu berkembang.
Karena itu dia memandang workshop yang digelar Dinas PUPR Maluku, sangat penting artinya untuk memperoleh informasi rinci tentang program pembangunan yang bisa dilakukan di Maluku pada masa mendatang dengan memanfaatkan investasi swasta maupun dari pemerintah.
Wagub menyadari kondisi keuangan negara saat ini sangat sulit, tetapi khusus untuk Maluku perlu dilakukan terobosan pendanaan guna mempercepat ketertinggalan dan ketimpangan pembangunan yang dirasakan saat ini, apalagi Maluku termasuk dalam kategori provinsi ke empat termiskin di tanah air.
Direktur Bina Investasi Infrastruktur Kementerian PUPR, Masrianto menegaskan hingga saat ini pemerintah Indonesia masih membutuhkan investasi besar untuk menyediakan infrastruktur bidang PUPR fi berbagai daerah yang diestimasi sebesar Rp1.915 triliun.
Namun saat ini kemampuan APBN maupun APBD di berbagai daerah hanya mampu memenuhi 67 persen dari total kebutuhan investasi bidang infrastruktur, sedangkan sisanya 33 persen merupakan kesenjangan pembiayaan yang diharapkan dapat dipenuhi dari investasi swasta.
Kesenjangan pembiayaan infrastruktur tersebut, membuat pemerintah saat ini harus berpikir keluar dari kebiasaan lama, yakni mencari sumber-sumber pembiayaan alternatif di luar APBN/APBD untuk percepatan pembangunan infrastruktur di antaranya melalui kerjasama pemerintah dengan melibatkan peran serta swasta atau badan usaha.
"Kerja sama tersebut di antaranya dengan sekuritas aset, pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR), pembiayaan perbankan serta pasar modal baik berupa obligasi pemerintah, obligasi daerah, sukuk, obligasi infrastruktur," katanya.
Masrianto menambahkan, pemerintah terus berupaya untuk menarik minat swasta berinvestasi dengan memberikan berbagai fasilitas baik dalam bentuk dukungan regulasi dan pendanaan (fiskal), serta pembentukan lembaga yang mendukung terwujudnya Kemitraan Pemerintah dan Badan Usaha," terangnya.
Berkaitan dengan regulasi terkait dengan percepatan pembangunan infrastruktur PUPR melalui pola kerjasama, maka pemerintah juga telah menerbitkan sejumlah aturan yang mendukung kemitraan pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur di daerah.
Kepala Dinas PUPR Maluku, Ismail Usemahu menilai, workshop tersebut sangat penting bagi daerah-daerah yang tingkat kemantapan infrastrukturnya masih rendah termasuk di Maluku, sehingga diharapkan adanya pendanaan pembangunan bidang infrastruktur dari pihak swasta.
"Maluku masih bergantung dengan alokasi anggaran dari pemerintah pusat untuk membangun sarana dan prasarana infrastruktur di bidang PUPR maupun sektor lainnya," kata Wakil Gubernur Maluku, Zeth Sahuburua saat membuka workshop regulasi dan kebijakan pola pembiayaan investasi infrastruktur bidang PUPR, di Ambon, Rabu (30/8/2017).
Pemprov Maluku, kata Wagub, saat ini masih berharap investasi pemerintah untuk percepatan pembangunan sarana infrastruktur, sedangkan investasi swasta belum terlalu berkembang.
Karena itu dia memandang workshop yang digelar Dinas PUPR Maluku, sangat penting artinya untuk memperoleh informasi rinci tentang program pembangunan yang bisa dilakukan di Maluku pada masa mendatang dengan memanfaatkan investasi swasta maupun dari pemerintah.
Wagub menyadari kondisi keuangan negara saat ini sangat sulit, tetapi khusus untuk Maluku perlu dilakukan terobosan pendanaan guna mempercepat ketertinggalan dan ketimpangan pembangunan yang dirasakan saat ini, apalagi Maluku termasuk dalam kategori provinsi ke empat termiskin di tanah air.
Direktur Bina Investasi Infrastruktur Kementerian PUPR, Masrianto menegaskan hingga saat ini pemerintah Indonesia masih membutuhkan investasi besar untuk menyediakan infrastruktur bidang PUPR fi berbagai daerah yang diestimasi sebesar Rp1.915 triliun.
Namun saat ini kemampuan APBN maupun APBD di berbagai daerah hanya mampu memenuhi 67 persen dari total kebutuhan investasi bidang infrastruktur, sedangkan sisanya 33 persen merupakan kesenjangan pembiayaan yang diharapkan dapat dipenuhi dari investasi swasta.
Kesenjangan pembiayaan infrastruktur tersebut, membuat pemerintah saat ini harus berpikir keluar dari kebiasaan lama, yakni mencari sumber-sumber pembiayaan alternatif di luar APBN/APBD untuk percepatan pembangunan infrastruktur di antaranya melalui kerjasama pemerintah dengan melibatkan peran serta swasta atau badan usaha.
"Kerja sama tersebut di antaranya dengan sekuritas aset, pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR), pembiayaan perbankan serta pasar modal baik berupa obligasi pemerintah, obligasi daerah, sukuk, obligasi infrastruktur," katanya.
Masrianto menambahkan, pemerintah terus berupaya untuk menarik minat swasta berinvestasi dengan memberikan berbagai fasilitas baik dalam bentuk dukungan regulasi dan pendanaan (fiskal), serta pembentukan lembaga yang mendukung terwujudnya Kemitraan Pemerintah dan Badan Usaha," terangnya.
Berkaitan dengan regulasi terkait dengan percepatan pembangunan infrastruktur PUPR melalui pola kerjasama, maka pemerintah juga telah menerbitkan sejumlah aturan yang mendukung kemitraan pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur di daerah.
Kepala Dinas PUPR Maluku, Ismail Usemahu menilai, workshop tersebut sangat penting bagi daerah-daerah yang tingkat kemantapan infrastrukturnya masih rendah termasuk di Maluku, sehingga diharapkan adanya pendanaan pembangunan bidang infrastruktur dari pihak swasta.