Bloomberg menurunkan laporan berjudul Who's Had the Worst Year? How Asian Leaders Fared in 2016. Laporan itu mengevaluasi kinerja para pemimpin negara-negara penting di Asia. Tiga parameter capaian kinerja dari para pemimpin itu adalah pergerakan nilai tukar mata uang dengan dolar AS, pertumbuhan ekonomi, dan tingkat penerimaan publik.
Presiden Jokowi menorehkan catatan tiga hijau untuk semua parameter itu. Kurs rupiah yang sebelum sempat berdarah-darah dengan dolar AS, dalam catatan itu, pada 2016 mengalami penguatan hingga 2,4 persen. Dolar ditutup akhir tahun ini di angka Rp13.400-an. Ekonomi Indonesia diperkirakan bertengger 5,02 persen, sedikit membaik dari capaian tahun lalu 4,79 persen. Tingkat penerimaan publik terhadap Jokowi juga relatif baik di angka 69 persen.
Rodrigo Duterte termasuk yang juga berbahagia, dengan catatan dua hijau untuk penerimaann publik dan pertumbuhan ekonomi yang sangat gemilang. Dua parameter ini menempati tertinggi dari capaian tujuh kepala negara lainnya, ekonomi Filipina mampu melesat 7,1 persen, dan penerimaan hingga mencapai 83 persen. Sayangnya, capaian gemilang Duterte sedikit tercoreng dengan keoknya kurs Peso yang melemah 5,29 persen selama 2016.
Ada tiga kepala negara yang rapornya relatif biasa saja dengan capaian satu hijau dari tiga parameter, mereka adalah Perdana Menteri (PM) Malaysia Najib Rajak yang hijau pada catatan pertumbuhan ekonomi (4,3 persen), PM Jepang Shinzo Abe yang mencatatkan torehan hijau untuk kurs Yen yang menguat 2,25 persen, dan Perdana PM Australia Malclom Turnbull yang mampu mengangkat ekonomi Australia masih tumbuh tipis 1,8 persen.
Ada yang berprestasi, ada juga yang mencatatkan rapor jeblok. Ini dialami Presiden Korea Selatan Park Geun-hye, semua parameternya di ambang merah. Presiden Park hanya membawa ekonomi Korsel tumbuh di angka 2,6 persen, meski positif tapi dianggap rapornya merah karena angka itu lebih buruk dari periode sebelumnya. Kurs Won terhadap dolar terpuruk 2,87 persen, dan yang paling memprihatinkan penerimaan publik terhadap Presiden Park hanya 4 persen. Tentu saja ini dampak dari skandal yang membelit Park.
Selebihnya, pemimpin dunia seperti Narendra Modi mencatatkan penerimaan publik yang cukup tinggi hingga 81 persen. Modi tetap masuk keranjang dengan dua rapor merah dengan capaian Rupee yang melemah 3,06 persen. Capaian ekonomi India yang menembus angka 7,3 persen masih dianggap berapor merah karena ada tren melemah dari tahun sebelumnya.
Hal yang sama juga terjadi dengan Presiden Cina Xi Jinping, meski mampu membawa ekonomi Cina bertengger 6,7 persen, dianggap stagnan, dan capaian kurs Yuan melemah, 6,63 persen masuk dalam keranjang merah. Cina memang beberapa tahun terakhir sengaja melemahkan mata uangnya untuk mendorong ekspor, agar mendongkrak ekonomi mereka yang melambat.
Tahun 2017 yang sebentar lagi akan ditapaki menjadi tantangan bagi para pemimpin dunia, antara lain menyikapi kebijakan-kebijakan yang akan diambil pemerintah AS pasca Donald Trump terpilih. Khusus Jokowi, tantangan mantan Wali Kota Solo harus memastikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tak melenceng dari target, dan menangani perkara Ahok terkait parameter penerimaan publik. [src/tirto.id]