Toko Amungme Tomas Wanmang ditengah bersama Kiri Perwakilan Freeport dan Wakapolres Mimika, Kanan Ketua Lemasa, dan Perwakilan Perempuan Amungme, bersama-sama Memotong Kue HUT Lemasa yang ke-20. di Gedung Emeneme Yauware, 30/11/2016, (Foto: Andy-Go/KM) |
Timika, (KM)--- Salah satu Toko Amungme Tomas Wanmang, menilai LEMASA berdiri karena ada masalah yang terjadi di Tanah Amungsa dan Papua pada umumnya, hingga saat ini Lemasa belum menyelesaikan masalah-malasah utama yang dialami oleh masyarakat Amungme dan Kamoro sebagai pemilik hak ulayat Timika oleh dampak negatif yang dilakukan dari PT. Freeport Indonesia dan pemerintah Indonesia.
Kata Tomas, LEMASA Lahir pada tahun 30 November 1997, namun ada masalah yang perlu harus diselesaikan dan harus luruskan oleh LEMASA. awal berdiri lembaga adat tersebut dilihat dari masalah-masalah yang dialami masyarkat setempat seperti, Daerah Operasi Militer (DOM) Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), Kerusakan Lingkungan, pencemaran Lingkungan, Kerusahkan Hutan, perampasan tanah Oleh perusahan milik Amerika PT. Freepot Indonesia dan Pemerintah Indonesia yang berkedudukan Tanah Amungsa.
"LEMASA Berdiri bukan untuk Politik tapi membelah hak-hak rakyat masyarakat Amungme yang berdomisili Wilayah adat Amungsa, yang memiliki hukum adat yang positif berpikir seperti manusia, untuk menghargai manusia yang lainnya," kata Tomas Wanmang, Rabu (30/11/2016) dalam sela-sela kegiatan HUT LEMASA yang Ke 20.
Menurut Tomas, selama ini pemerintah dan Persahaan Freeport tidak memperhatikan hak-hak orang Amungme secara serius, justru merusak adat dan perpanjangan masalah diatas masalah Tiap Minggu Kacau (Timika), Minggu-Minggu Kacau (Mimika) seperti pelanggaran ham, Pencemaran lingkungan, perampasan Tanah dan sebagainya masih saja ada.
"Dunia Ini Tuhan ciptakan Manusia dan Adat, sehingga Pemerintah Indonesia dan Freeport harus hargai adat setempat, bangsa yang besar harus menghargai adat dan budayanya jika bangsa besar, dia minta warga masyarakat yang datang ke tanah Amungsa harus menghargai kultur yang dimikili oleh masyarakat suku Amungme dan suku Kamoro," harap Tomas.
Kesempatan itu juga perwakilan dari Perempuan Amungme, Engel Bertha Kotorok, SE, juga menyatakan LESAMA Awalnya di takuti oleh semua pihak tapi sekarang dianggap biasa, sehingga harus kerja keras untuk kembalikan semangat awal untuk melindungi Masyarakat amungme dan Alam tanah Amungsa.
Kita koreksi diri kita sendiri, sudah 20 tahun berdirinya LEMASA, selama ini kita buat apa, Visi misi Lemasa apa?, dengan banyak dimanika yang terjadi baik-buruk kita sudah lewati, sehingga kedepan kita harus bersatu membangun menyelamatkan suku Amugme dan Kamoro sebagai Hak Ulayat di tanah Anunggsa, tegas Engel anggota MRP Papua.
"Kedepan harus ada perubahan, jangan kita sendiri tapi harus bersama dengan orang tua, membelah hak dasar orang Amungme dan orang asli papua. dia juga minta orang Amungme da Akamoro jangan jual tanah, Tanah adalah mama sehingga harus jaga dan dilindungi, "ungkapnya.
Liputor : Andy Ogobay