Pengadaan.web.id - Pemerintah Indonesia perlu melakukan pembenahan iklim usaha dan mendorong peningkatan kapasitas dan kompetensi penyedia pada sektor jasa konstruksi dalam negeri. Tuntutan ini semakin mendesak seiring dengan peningkatan kompetisi di pasar nasional. Dengan komposisi penyedia jasa konstruksi yang masih 90% didominasi oleh penyedia menengah ke bawah serta pemberlakuan persaingan pasar bebas, pelaku jasa konstruksi domestik menghadapi tantangan besar untuk mengambil porsi pasar di Indonesia.
Pasar nasional saat ini menempati posisi pertama sebagai pasar jasa konstruksi terbesar di kawasan regional ASEAN. Bahkan, berdasarkan data yang dirilis Bank Dunia, Indonesia merupakan pasar keempat terbesar di dunia untuk sektor jasa konstruksi.
Deputi Bidang Pengembangan Strategi dan Kebijakan LKPP Robin Asad Suryo mengatakan—pada domain jasa konstruksi pemerintah—sistem perencanaan pada umumnya masih lemah, terutama dalam hal penyiapan proyek-proyek infrastruktur.
Hal ini, lanjut Robin, diperparah dengan pelaksanaan pengadaan jasa konstruksi yang masih terkendala dengan mekanisme penganggaran yang tidak fleksibel. Di satu sisi proyek-proyek jasa konstruksi di Indonesia berkecenderungan mengadopsi skema tahun jamak, sedangkan di sisi yang lain anggaran yang bersifat rigid menyebabkan alokasi anggaran yang melewati tahun anggaran sulit untuk direalisasikan. Padahal, pengalokasian anggaran sangat bergantung pada ketepatan perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Oleh sebab itu, pemerintah, menurutnya, saat ini pun masih kesulitan untuk menerapkan variasi jenis kontrak, misalnya kontrak berbasis insentif. Pasalnya, penerapan jenis kontrak ini membutuhkan dukungan fleksibilitas sistem penganggaran dan pembayaran dari pemerintah.
Skema pembayaran yang diadopsi pemerintah saat ini juga berimplikasi terhadap likuiditas arus kas yang dikelola penyedia jasa konstruksi nasional. Dengan aksesibilitas yang masih sulit dalam mendapatkan kucuran kredit, Robin menilai hal ini menjadi permasalahan finansial lain yang membebani penyedia jasa konstruksi.
"Penyedia ini sebetulnya juga membutuhkan cash flow yang cepat dan karena di jasa konstruksi ini kebanyakan penyedianya juga penyedia kelas-kelas menengah ke bawah, sebagian besar mereka biasanya juga menghadapi permasalahan-permasalahan finansial," ujar Robin dalam Forum Diskusi Evaluasi Implikasi Kebijakan Pengadaan Pemerintah Terhadap Kinerja Industri Konstruksi beberapa waktu yang lalu.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri Bidang Teknologi, Industri, dan Lingkungan Khalawi Abdul Hamid menjelaskan, dalam mendorong industri konstruksi, pemerintah memiliki peran penting, di antaranya melakukan penguatan regulasi industri konstruksi, membuka pasar global dan perluasan kerja sama, dan pembinaan dan penataan profesional.
Dalam hal menata persaingan usaha yang sehat di sektor jasa konstruksi, pelaku dalam negeri, terutama di lingkup kerja konsultan, masih kalah bersaing dengan konsultan asing. Kesadaran akan pentingnya pemenuhan standar yang masih rendah dan minimnya usaha dalam melakukan sertifikasi menyebabkan dominasi asing semakin besar.
Khalawi juga menekankan bahwa konsultan asing memiliki kelebihan dalam hal kepatuhan yang tinggi terhadap manajemen mutu. Hal ini menyebabkan kualitas infrastruktur yang dikerjakan asing berkecenderungan memiliki kualitas yang baik. Bahkan, selain melakukan audit teknis, ujar Khalawi, konsultan asing juga patuh melakukan audit finansial. "Jadi, kalau sudah dia bilang 'oh, ini nggak bisa dibayar', nggak dibayar betul! Karena ini salah suatu prosesnya, kualitasnya, atau mutunya, nggak dibayar betul," ujarnya.
Di sisi lain, Robin mencatat bahwa dalam hal pengendalian dan pengawasan proyek konstruksi, para pelaksana proyek pun masih mendapatkan tekanan dari banyak pihak. Bahkan, menurutnya, pengendalian dan pengawasan ini justru cenderung menggunakan pendekatan represif hingga tindakan kriminalisasi. "Pengendalian dan pengawasan ini cenderung represif. Jadi, bukan dalam rangka pencegahan atau pengendalian, tetapi lebih kepada aspek-aspek yang sifatnya represif untuk mencari kesalahan, bahkan cenderung ada unsur kriminalisasi: mencari- cari kerugian negara," pungkasnya.
Sumber: lkpp.go.id