Media Online Antara – Inspektur Jenderal Kementerian Agama Mochammad Jasin mengatakan pemasukan yang didapat Majelis Ulama Indonesia (MUI) tak bisa dipertanggungjawabkan.
Alasannya, MUI tidak berada di bawah satuan kerja pemerintah.
"Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Inspektorat tak bisa mengaudit MUI," kata Jasin di Kompleks Parlemen, Senayan, (5/3/2014).
Menurutnya, audit sebenarnya bisa dilakukan lewat kantor akuntan publik.
"Tapi itu kalau MUI yang minta," ujarnya. Namun, kata dia, biasanya audit itu hasilnya bisa dipesan. "Hanya untuk pencitraan saja," katanya. Ke depannya, ia berharap pemasukan dari sertifikasi halal bisa diperiksa BPK atau Inspektorat Jenderal Kementerian Agama.
Jasin mengungkapkan duit sertifikasi laiknya diurus negara. Pemasukan sertifikasi halal juga harusnya masuk penerimaan negara bukan pajak. Jadi, otoritas sertifikasi halal wajib diaudit secara berkala.
"MUI hanya melakukan sesekali audit. Itupun kalau dibutuhkan," ujarnya. Yang bisa masuk mengaudit MUI sekarang, kata dia, hanyalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat tertutup tentang rancangan undang-undang produk berlabel halal, Kamis, (27/8/2014).
Menurut anggota Komisi Agama, Hasrul Azwar, rapat tertutup tersebut untuk menyamakan persepsi tentang lembaga khusus yang menangani produk halal.
Hasrul menambahkan, fraksi-fraksi di komisinya masih terbelah pandangannya. Sebagian fraksi menginginkan lembaga tersebut melekat dengan pemerintahan, sebagian lagi ingin lembaga itu dibuat secara independen.
"Di sisi lain, kami semua mempertimbangkan keinginan Majelis Ulama Indonesia yang menginginkan lembaga itu melekat pada mereka," ujarnya.
sumber: tempo.co