Teladan Khalifah Umar Menegur Gubernur Mesir yang Sembarangan Gusur Warga Miskin
Berita Islam 24H - Di kalangan umat Islam sebenarnya sudah ada teladan dari Khalifah Umar bin Khatab di dalam menangani penguasa yang berbuat sembarangan ketika menggusur rumah 'wong cilik' atau warga yang miskin. Kisah ini sudah sangat terkenal dan secara luas diketahui umat Islam. Dalam banyak forum pengajian cerita ini sering sekali diungkapkan agar menjadi pelajaran bagi siapa pun yang nantinya menjabat sebagai pemimpin, baik dalam skala kecil dan luas.
Salah satu buku KH Abdurrahman Arroisi (buku 30 Kisah Teladan, red) yang menuliskan tentang keteladanan Umar Bin Khatab ketika didatangi seorang Yahudi tua yang mengeluh kepadanya tentang masalah penggusuran rumahnya. Dia memprotes kesewang-wenang Gubernur Mesir, Amru bin Ash, yang akan membangun rumah megah di atas tanah miliknya.
Yahudi tua yang miskin itu mengaku lahan tanah miliknya memang sebagian masih berawa-rawa. Dan dia tinggal di situ dengan menempati sebuah gubuk reot yang hampir roboh.
Dia menceritakan kepada Khalifah Umar, bila Gubernur Mesir Amr bin Ash meminta kepada agar meninggalkan tempat yang kumuh dan rumah yang reyot karena di situ akan dibangun sebuah rumah gubernur dan masjid yang megah.
Untuk melaksanakan cita-citanya, maka Amru bin Ash kemudian memanggil Yahudi tua ini menghadapnya untuk merundingkan besaran uang dan kompensasi yang akan diterimanya.
."Hei Yahudi, berapa harga jual tanah milikmu sekalian gubuknya? Aku hendak membangun masjid di atasnya."
Yahudi itu menggelengkan kepalanya, "Tidak akan saya jual, Tuan."
"Kubayar tiga kali lipat dari harga biasa?" tanya Gubernur menawarkan keuntungan yang besar.
"Tetap tidak akan saya jual" jawab si Yahudi.
"Akan kubayar lima kali lipat dibanding harga yang umum!" desak Gubernur.
Yahudi itu mempertegas jawabannya, "Tidak!"
Sampai akhir pertemuan, kepada Umar dia mengatakan tetap tak mau memberikan tanah dan rumahnya untuk dijual kepada sang Gubernur Mesir tersebut. Warga pemeluk agama Yahudi ini tetap berkeras tak mau menjual karena tanahnya meski dalam kondisi berawa-rawa dan gubuknya yang reot adalah milik satu-satunya.
Dan sepeninggal pertemuan dengan kakek tua ini, Amr bin Ash memutuskan melalui surat untuk membongkar gubuk reyotnya dan mendirikan masjid besar di atas tanahnya dengan alasan kepentingan bersama dan memperindah pemandangan mata.
Kakek Yahudi sang pemilik tanah dan gubuk reot itu kemudian mengatakan kepada Umar bin Khatab bila tidak bisa berbuat apa-apa menghadapi tindakan penguasa. Ia cuma mampu menangis dalam hati. Meski begitu ia tidak putus asa memperjuangkan haknya.
Maka dia pun bertekad hendak mengadukan perbuatan gubernur tersebut kepada atasannya di Madinah, yaitu Khalifah Umar bin Khattab. Untuk itu dia pun berangkat mengarungi panjangnya jalur jalan di gurun pasir yang panas menyengat menuju ke Madinah demi menuntut haknya kepada atasan Amru bin Ash, yakni Umar bin Khatab.
Sesampai di Madinah, ia mendapati kenyataan yang dil luar dugaanya. Sungguh ia tak menyangka, Khalifah yang namanya sangat tersohor itu tidak mempunyai istana yang mewah. Umar pun begitu gampang ditemui karena berbaur dengan warga layaknya orang biasa. Kakek Yahudi ini bahkan kemudian diterima Khalifah di halaman masjid Nabawi, di bawah sebatang pohon kurma yang rindang.
"Ada keperluan apa Tuan datang jauh-jauh kemari dari Mesir?" tanya Khalifah Umar.
Meski Yahudi tua itu gemetaran berdiri di depan Khalifah, tetapi kepala negara yang bertubuh tegap itu menatapnya dengan pandangan sejuk sehingga dengan lancar ia dapat menyampaikan keperluannya dari semenjak kerja kerasnya seumur hidup untuk dapat membeli tanah dan gubuk kecil, sampai perampasan hak miliknya oleh gubernur Amr bin Ash dan dibangunnya masjid megah diatas tanah miliknya.
Mendengar ceritanya, mendadak roman muka Umar bin Khattab berbuah merah padam. Dengan murka ia berkata, "Perbuatan Amr bin Ash sudah keterlaluan!"
Dan sesudah agak meredakan emosinya yang meluap, Umar lantas menyuruh Yahudi tersebut mengambil sebatang tulang dari tempat sampah yang treronggok di dekatnya. Yahudi itu pun ragu melakukan perintah tersebut. Dia bertanya-tanya: Apakah ia salah dengar?
Tetapi setelah tulang diambil dan kemudian diserahkan kepada Umar, maka oleh sang Khalifah, tulang itu digoreti huruf alif lurus dari atas ke bawah, lalu dipalang di tengah-tengahnya menggunakan ujung pedang. Kemudian tulang itu diserahkan kepada si kakek seraya berpesan, "Tuan. Bawalah tulang ini baik-baik ke Mesir, dan berikanlah pada gubernurku Amr bin Ash."
Yahudi itu semakin bertanya-tanya. Ia datang jauh-jauh dari Mesir dengan tujuan memohonkan keadilan kepada kepala negara, namun apa yang ia peroleh? Sebuah tulang berbau busuk yang cuma digoret-goret dengan ujung pedang. Apakah Khalifah Umar tidak waras?
"Maaf, Tuan Khalifah." ucapnya tidak puas, "Saya datang kemari menuntut keadilan, namun bukan keadilan yang Tuan berikan. Melainkan sepotong tulang yang tak berharga. Bukankah ini penghinaan atas diri saya?"
Umar tidak marah. Ia meyakinkan dengan penegasannya, "Hai, kakek Yahudi. Pada tulang busuk itulah terletak keadilan yang Tuan inginkan."
Maka, walaupun sambil mendongkol dan mengomel sepanjang jalan, kakek Yahudi itu lantas berangkat menuju tempat asalnya dengan berbekal sepotong tulang belikat unta berbau busuk.
Setelah tiba kembali di Mesir, maka ia kemudian menemui Gubernur Amr bin Ash. Dia mengatakan telah bertemu dengan Khalifah Umar bin Kahatab dan mendapatkan titipan tulang onta untuk disampaikan kepadanya.
Anehnya, begitu tulang yang tak bernilai tersebut diterima oleh gubernur Amr bin Ash, tak disangka mendadak tubuh Amr bin Ash gemetaran. Tubuhnya menggigil dan wajahnya menyiratkan ketakutan yang amat sangat.
Ganjilnya lagi, seketika itu pula ia memerintahkan segenap anak buahnya untuk merobohkan masjid yang baru siap, dan supaya dibangun kembali gubuk milik kakek Yahudi serta menyerahkan kembali hak atas tanah tersebut.
Dan setelah mengumpulkan anak buahnya, Amr bin Ash kemudian pergi ke lahan milik Yahudi itu. Tujuannya, hendak memimpin sendiri merobohkan masjid dan rumah sang gubernur yang hampir selesai dibangun. Amr bin Ash tak hirau bila pembangunan tersebu telah memakan dana besar tersebut
Melihat itu, tiba-tiba saja kakek Yahudi mendatangi gubernur Amr bin Ash dengan buru-buru menemuinya kembali.
"Ada perlu apalagi, Tuan?" tanya Amr bin Ash yang berubah sikap menjadi lembut dan penuh hormat.
Dengan masih terengah-engah, Yahudi itu berkata, "Maaf, Tuan. Jangan dibongkar dulu masjid itu. Izinkanlah saya menanyakan perkara pelik yang mengusik rasa penasaran saya."
"Perkara yang mana?" tanya gubernur tidak mengerti.
"Apa sebabnya Tuan begitu ketakutan dan menyuruh untuk merobohkan masjid yang dibangun dengan biaya raksasa, hanya lantaran menerima sepotong tulang dari Khalifah Umar?"
Gubernur Amr bin Ash berkata pelan,"Wahai Kakek Yahudi. ketahuilah, tulang itu adalah tulang biasa, malah baunya busuk. Tetapi karena dikirimkan Khalifah, tulang itu menjadi peringatan yang amat tajam dan tegas dengan dituliskannya huruf alif yang dipalang di tengah-tengahnya."
"Maksudnya?" tanya si kakek makin keheranan.
"Tulang itu berisi ancaman Khalifah: Amr bin Ash, ingatlah kamu. Siapapun engkau sekarang, betapapun tingginya pangkat dan kekuasaanmu, suatu saat nanti kamu pasti akan berubah menjadi tulang yang busuk. Karena itu, bertindak adillah kamu seperti huruf alif yang lurus, adil di atas dan di bawah, Sebab, jika engkau tidak bertindak lurus, kupalang di tengah-tengahmu, aku tebas batang lehermu."
Mendengar perkataan sang gubernur, mendadak Kakek Yahudi itu menunduk terharu. Ia kagum atas sikap khalifah yang tegas dan sikap gubernur yang patuh dengan atasannya hanya dengan menerima sepotong tulang. Benda yang rendah itu berubah menjadi putusan hukum yang keramat dan ditaati di tangan para penguasa yang beriman.
Maka yahudi itu kemudian menyerahkan tanah dan gubuknya sebagai wakaf. Setelah kejadian itu, ia langsung menyatakan masuk Islam. [beritaislam24h.com / rci]