Salah satu pengusaha krupuk, Lieyin Agustin (38), Warga Blok Dukuh, Desa Kenanga, mengaku penurunan produksi kerupuknya tersebut bukan disebabkan penurunan stok bahan baku, namun proses pembuatan kerupuk mengalami keterlambatan pada saat proses pengeringan.
"Biasanya untuk mengeringkan kerupuk dengan penjemuran sinar matahari hanya membutuhkan 2 sampai 3 hari saja, tapi saat ini bisa memakan waktu minimal 4 hari karena terganggu dengan hujan yang terus menerus," keluhnya.
Proses pengeringan secara tradisional ini memang masih menjadi andalan utama. Meski beberapa pengusaha telah memiliki mesin pengering (blower) namun kapasitasnya masih sangat terbatas. Dalam satu bulan, perajin kerupuk bisa memproduksi puluhan ton kerupuk yang dijual ke sejumlah kota besar di Indonesia.
"Selama ini pemasaran kerupuk dilakukan di sejumlah daerah seperti Jakarta, Surabaya, Lampung bahkan sejumlah provinsi di Kalimantan dan Sulawesi. Biasanya ada agen besar yang datang sendiri ke pabrik, namun ada juga yang kita kirim langsung sebagai agen pemasaran tetap," Jelasnya.
Sejumlah pengusaha kerupuk di Blok Dukuh, mengaku, akibat kenaikan sejumlah bahan baku, juga berimbas pada kenaikan harga. Semula harga kerupuk sekitar Rp 40.000 menjadi Rp 55.000 per kilogram. (KC/WD)